"MOHON MAAF ATAS KETERBATASAN. KARENA WEB-BLOG MASIH DALAM PENGEMBANGAN" Terima Kasih...

Kamis, 24 Februari 2011

Sunrise From Mansalean


Rabu, 23 Februari 2011

Cinta Tak Terucap

Dengan terburu-buru Ani melangkahkan kakinya menuju ruangan perawatan rumah sakit wahidin dimana ayahnya dirawat. Tiba-tiba langkah Ani terhenti di depan sebuah ruangan ICU. “Bi…ngapain disini? Memangnya siapa yang sakit?” Tanya Ani pada seorang wanita tua yang dikenalnya. “anu…non, mas Imam lagi sakit.” Jawab wanita itu. “Memangnya mas Imam sakit apa bi..?” Tanya Ani dengan nada kaget. “Bi..bi juga nggak tau mas Imam sakit apa, kalau non Ani mau tau, non Ani tanya lansung aja ke nyonya.” Jawab wanita itu lagi dengan suara yang terbata-bata, seakan-akan menyembunyikan sesuatu. “Terus, nyonya kemana…?” Tanya Ani lagi. “Nyonya pergi keruangan Dr. Dude yang bertanggungjawab kesehatan mas Imam.” Jawab wanita tua itu lagi sambil jarinya menujukan ruangan yang terletak dipojok lorong rumah sakit itu.
Dari balik pintu ruangan Dr. Dude, keluarlah seorang wanita separuh baya dengan mata yang berkaca-kaca sambil menundukan kepalanya. Ketika wanita itu mengakat kepalanya, dilihatnya Ani yang sedang berdiri didepan ruangan ICU yang tak jauh dari tempat berdiri. Dengan keadaan kaget seketika, wanita itu lansung mengusap-ngusap matanya dengan selembar tissue yang ada ditangannya. Setelah membersikan tetesan air mata yang sempat membasahi pipinya, wanita itu pun melangkah menuju ruangan ICU diman Imam, anaknya dirawat.
Sesampainya di depan ruangan ICU, dilihanya Ani yang lagi panik. “Ani, giman kabarnya? Ada keluarga yang sakit?” Tanya Ibu Imam. “Alhamdulillah baik….ia, ayah Ani lagi sakit, tapi insya Allah besok atau lusa Ayah sudah biasa pulang,” Jawab Ani. “Tante…Kak Imam sakit apa?” Tanya ani. “Oh….Imam demam aja kok.” Jawab Ibu Imam lagi. “Kok…Kak Imam demam biasa tapi sampai-sampai masuk ruangan ICU sich…?” Tanya Ani dengan rasa penasaran. “Iya…tadi pagi tubuh Imam lemas sekali, karena itu tante masukkan Imam ke ruangan ICU, tante takut kenapa-kenapa. Tapi tadi dokter sudah bilang kondisi Imam baik-baik aja. Mugkin Imam terlalu banyak pikiran, sehingga tubuhnya lemah. Imam sekarang sudah baikan, sebentar Imam sudah masuk kembali ke ruangan perawatan dan mungkin beberapa hari kedepan Imam sudah keluar.” Jawab ibunda Imam nada suara yang beda dari biasanya, seakan-akan menyembunyikan sesuatu. “Oh….Alhamdulillah kalau gitu. Mudah-mudahan Kak Imam cepat baikan.” Kata Ani. “Oh iya tante…aku ke ruangan Ayah dulu ya. karena Ayah sudah nunggu lama tuh.” Kata Ani pada Ibunda Imam. “Iya…tante titip salam untuk Ayahmu.” Ucap Ibunda Imam. Ani pun melangkahkan kaki menuju ruangan Ayahnya. “Kayaknya ada sesuatu yang Ibu Imam sembunyikan dari Aku.” Kata Ani dalam hati, sambil langkahnya mendekati ruangan dimana Ayahnya di rawat.
“Assalamu’allaikum…..” Ucap Ani, sambil ia melangkah masuk kedalam ruangan perawatan Ayahnya. “Waallaikum salam…” jawab Ayah Ani yang sedang berbaring di atas tempat tidur pasien. “Ani dari mana…kok lama sekali sich? Tanya Ayah Ani. “Ani tadi lagi mampir di ruangan ICU, terus..” “memangnya siapa yang masuk ruangan ICU? Tanya Ayahnya memotong penjelasaan Ani. “Ayah masih ingat Kak Imam?” Tanya Ani lagi. “Iyalah, tidak mungkin Ayah lupa, Imam itu kan yang selama ini, mengejar-ngejar kamu, sampai-sampai dia datang ke rumah bertemu Ayah, dan mengatakan kalau dia itu sayang sama kamu dari sekian banyak laki-laki yang mengejar-ngejar kamu, hanya dia yang berani ngomong sama Ayah.” Jawab Ayah Ani dengan panjang lebar, hanya sekedar menujukan pada Anaknya bahwa ingatanya masih kuat. “Jadi gini, kak Imam sekarang lagi dalam ruangan ICU, tapi kata Ibunya, sebentar kak imam sudah dipindahkan ke ruangan perawatan karena kondisi kak Imam sudah agak baikan.” Jawab Ani. “Imam sakit apa sampai-sampai harus masuk ICU?” Tanya Ayahnya lagi. “Katanya sich cuma demam aja, cuma karena tadi pagi tubuh Kak Imam lemah sekali, makanya Ibunya Masukan iya ke ruangan ICU, tapi Ani tidak percaya. Karena perasaan Ani mengatakan, ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Ani.” Jawab Ani lagi. Ayahnya Ani hanya bisa terdiam sambil memandang wajah Anaknya yang penuh dengan rasa penasaran.
Keesokan harinya, di dalam ruangan perawat rumah sakit …..
“selamat pagi pak Andi….” Sapa seorang dokter kepada Ayah Ani. “Pagi juga dok…” jawab Ayah Ani. “Begini pak Andi, karena hasil leb mengatakan kondisi bapak sudah baikan, karena itu saya beritaukan bahwa bapak sudah bisa pulang hari ini.” Ucap dokter itu. “Alhamdulillah….makasih ya dokter.” Ucap pak Andi dengan penuh rasa syukur sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Jadi pak Andi saya tinggal dulu, soalnya masih banyak kerjaan.” Kata dokter itu. “Iya…iya dok. Makasih…” Ucap pak Andi lagi. “ Iya sama-sama” jawab dokter. Tiba-tiba Ani melihat tulisan yang tertera pada papan nama dokter itu. “Dokter Dude Al-Qasali, bukanya dia dokter yang memeriksa kondisi Kak Imam. Diakan dokter spesialis penyakit dalam.” Kata Ani dalam hati, sambil memperhatikan dokter itu yang melangkah meninggalkan ruangan tersebut. “Berarti kecurigaan saya benar. Ternyata ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ibu Kak Imam.” Kata Ani dalam hatinya lagi. Ani pun merapikan barang-barang yang ia bawah dari rumah, untuk di bawa pulang kembali. “Sudah sepekan Ayah di rumah sakit. Rasanya Ayah nggak sabar lagi pulang.” Ucap Ayah Ani sambil bersiap-siap meninggalkan rumah sakit dimana ia di rawat.
Hanya beberapa saat kemudian, Ani dan ayahnya sudah berada di lobi depan rumah sakit. Tak lama kemudian, datanglah sebuah mobil taksi yang siap mengantarkan Ani dan ayahnya kembali ke rumah. Dalam perjalanan mereka menuju rumah, Hp Ani berdering. “Assalamu’alaikum, ya Ita ada apa..?” kata Ani menjawab panggilan dari saahabatnya. “Waalaikum salam, aku Cuma mau nanya, gimana keadaan Ayahnu..?” tanya Ita dari balik telpon itu. “Alhamdulillah sudah baikan, sekarang Aku dalam perjalanan pulang bersama Ayahku.” Jawab Ani. “Oh gitu…syukurlah. Oh iya, sebentar sore setelah pulang dari kampus, aku akan mampir ke rumahmu.” Ucap Ita. “Okey bos…Aku tunggu ya kebutulan ada juga yang ingin Aku bicarakan sama kamu…” kata Ani lagi. “okey sampai nanti….Assalamu’alaikum.” Ucap Ita lagi. “waalaikum salam…” jawab Ani, dan lansung mematikan panggilan dari sahabatnya itu.
Pada hari yang sama dirumah sakit….
“Ma…besok aku kembali ke rumah, aku mau menghabiskan waktuku dirumah aja.” Ucap Iman pada Ibunya. “Iya, nanti mama coba bicarakan sama dokter Dude.” Kata Ibunya. “Oh iya..kemarin Mama bertemu Ani di depan ICU.” Ucap Ibunya lagi. “Apa..??? Ani datang ke rumah sakit….terus Mama sudah katakan kondisi Iman sama Ani…?” Tanya Iman dengan raut muka yang kaget. “Mama tidak menceritakan kondisi Iman sama Ani, kan Iman sendiri yang bilang sama Mama jangan pernah beritaukan Ani.” Kata Ibunya lagi, sambil tangganya membelai rambut Iman yang lagi terbaring di tempat tidur pasien. “Makasih ya Ma….Aku sengaja tidak memberitaukan Ana karena Aku tak mau Ana merasa kasihan sama Aku ketika dia tau kondisi Aku yang sebenarnya.” Ucap Iman lagi. “Ya sudah, ngobrolnya nanti aja. Iman istirahat aja dulu.” Ucap Ayahnya yang duduk disebelah Ibunya. Berselang beberapa saat kemudian, Iman pun tertidur dengan belaian tangan Ibunya yang terus membelai rambutnya. Disaat Ibunya melihat Iman terlelap, tiba-tiba tanpa sadar air mata pun keluar membasahi pipi wanita setengah baya itu. “Ya…Allah mengapa engkau memberikan Aku cobaan seperti ini. Iman adalah Anakku satu-satunya. Aku tak kuat kalau harus berpisah dengannya secepat ini. Ya…Allah berikan Aku kekuatan untuk bisa menerima kenyataan ini, agar Aku bisa iklas melepaskan Iman pergi ke pangkuanmu.” Ucap Ibu Iman dalam hatinya. Tak terasa, air matanya pun turun semakin deras, bagaikan hujan yang turun membasahi tanah yang kekeringan. Tak ada seorang pun yang mampu menahan air matanya. “Sudahlah Bu….jangan biarkan kesedihan itu menguasai dirimu. Kalau Iman melihat Air matamu, dia semakin sedih.” Kata Ayahnya yang berada disamping Istrinya.
Jam dinding yang teletak di ruangan keluarga di rumah Ani sudah menunjukan pukul 4 sore. Ani terlihat gelisa duduk di sofa empuk sambil memandang jam yang menempel di diding yang ada di depannya. “Ita kemana sih??? Kok belum datang juga”. Ucap Ani dalam hatinya. Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara mobil yang berhenti di depan rumahnya. Dengan seketika, Ani keluar kedepan rumah. “Ya Ampun…Ita…Ita kamu dari mana aja? Sudah dari tadi aku tungguin”. Tanya Ani setelah mengetahui siapa yang datang. “Sorry…Ani tadi dalam perjalanan ke sini aku mampir sebentar di rumah Ayu untuk ambil tugasku yang di pinjam sama Ayu kemarin”. Jawab Ita yang sudah berada di depan Ani. “Ayah kamu mana…???”. Tanya Ita yang sudah berada di dalam rumah sahabatnya. “Oh….lagi istiraha dalam kamarnya…”. Jawab Ani. “Oh…terus yang kamu katakan tadi di telpon itu apa?”. Tanya Ita dengan penasaran. “Kok buru-buru banget sih, sebentar Aku buatkan minum dulu...”. Jawab Ani. “Yo…wes cepat sana, kebutulan Aku haus banget…”. Ucap Ita sambil mengusap tenggorokannya. Ani pun melangkah menuju dapur meninggalkan sahabatnya yang masih duduk di sofa di ruangan keluarga rumahnya. Berselang beberapa saat, Ani pun muncul membawa 2 gelas minuman dingin dan sedikit cemilan yang siap menemani obrolan mereka.
“Jadi gini Ta….kemarin aku ketemu sama Ibunya Kak Imam di rumah sakit, kemudian Ibunya Kak Imam memceritakan siapa kondisi Kak Imam, katanya sih Kak Imam Cuma demam biasa, tapi anehnya Kak Imam sampai masuk ICU. Aku merasa ada sesuatu yang mereka sembunyikan dari Aku…”. Ucap Ani. “Terus…hubunganya dengan Aku apaan???”. Tanya Ita setelah mendengar cerita dari sahabatnya. “Begini….rumah kamukan dekat dengan rumah Kak Imam, jadi mungkin kamu bisa mencari informasi yang sebenarnya terjadi, mungkin saja kamu bisa dapat informasi dari tetangga-tetangga Kak Imam..”. Jawab Ani. “Ta…Aku mohon bantu Aku…”. Ucap Ani sambil memegang tangan sahabatnya. “Kamu tuh kalo ada maunya pasti kayak gini..Ok Aku akan bantu kamu. Aku berikan informasih secepatnya..”. Ucap Ita yang tak mampu menolak permintaan Ani, sahabat dekatnya. Ani tersenyum mendengar jawaban dari sahabatnya. Mereka pun melanjutkan obrolan mereka, sampai tak terasa suara Azzan Magrib terdengar dari sebuah masjid yang tidak cukup jauh dari rumah Ani. “Kayaknya, Aku sudah harus balik nie…soalnya sudah masuk waktu magrib tuh…”. Ucap Ita. “Kamu tidak shalat magrib dulu? Rumah kamu kan cukup jauh, nanti kamu tidak sempat….”. Tanya Ani. “Aku sekarang lagi dapat nie…jadi Aku haus balik secepatnya. Karena masih banyak yang mau di urus, belum lagi tugas-tugas dari dosen yang harus secepatnya saya selesaikan.”. Jawab Ita sambil melangkahkan kakinya keluar dari rumah Ani. “Okey hati-hati ya di jalan…”. Ucap Ani. Tak lama kemudian mobil Ita meninggalkan rumah Ani dan mengilang dari pandangan Ani.
Keesokan harinya, jam sudah menunjukan pukul 11.00 siang. Ani sedang menemani Ayahnya makan siang di meja makan. Tiba-tiba HP Ani yang terletak di tesimpan di dalam kantong celananya berbunyi. Ani pun segera mengambil HPnya dan melihatnya. Dilihatnya sahabatnya Ita memanggil, dengan secepatnya Ani menjawab panggilan itu. “Assalamu alaikum….ya ta ada apa??? Tanya Ani. “Waalaikum salam…begini, kemarin waktu saya pulang ke rumahmu, Aku sengaja lewat di depan rumah Kak Imam, Cuma rumah terlihat sepi banget. Terus waktu aku ke kampus tadi pagi aku sengaja lagi lewat depan rumahnya namun hasilnya masih sama, rumah itu terlihat sangat sepih sekali.” Jawab Ita yang berada di balik telpon itu. “Kok gitu sih… waktu aku ketemu sama Ibunya kak Imam di rumah sakit, dia bilang mungkin dalam beberapa hari Kak Imam sudah pulang ke rumah. Tapi kok masih sepih rumahnya. Atau jangan-jangan Kak Imam masih d rumah sakit???”. Ucap Ani dengan semakin penasaran. “Mungkin aja…Kak Imam masih di rumah sakit..”. Ucap Ita juga yang mulai penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. “Aku juga tidak bisa pergi ke rumah sakit tinggalkan Ayahku sendiri dirumah”. Ucap Ani kembali. “Iya Aku paham kok maksut kamu, Aku sih bisa aja ke rumah sakit, tapi kalo hari ini aku tidak bisa, soalnya aku sibuk banget hari ini. Kalo besok aku bisa cari informasi di rumah sakit.”. Ucap Ita yang sudah mengerti maksut Ani. “Iya nggak apa-apa kok. Oh iya gini aja, setelah balik dari kampus kamu langsung mampir aja ke rumah jemput aku, setelah itu kita sama-sama ke rumah sakit. Karena bibiku sudah balik dari kampong, jadi mungkin besok pagi bibiku sudah ada di rumah”. Kata Ani. “Okey boleh juga…sampai ketemu besok siang…Assalamu alaikum.” Ucap Ita kembali. “Waalaikum salam…!!!”. Jawab Ani. Ani pun mematikan telpon tersebut.
Keesokan harinya…..
Ani yang sudah bersiap-siap pergi ke rumah sakit bersama Ita sahabatnya, kini ia sudah menunggu didepan rumahnya. Tak lama kemudian Ita muncul di depan rumahnya. Ani pun bergegas naik ke mobil temanya itu dan meluncur ke sebuah rumah sakit dimana Ayahnya di rawat. Sekitar 30 menit kemudian Ani dan Ita pun sudah berada parkiran mobil rumah sakit Wahidin. “Nah sekarang kita sudah di parkiran…kita lansung kemana?”. Tanya Ita yang sudah turun dari mobilnya. “Gini, kita ke ruangan Dr. Dude aja, kebetulan aku tau tempatnya. Soalnya aku tidak tau di bagian mana Kak Imam di rawat.” Ucap Ani. Ani dan Ita menuju ke ruangan Dr. Dude, “Selamat Siang Dok…”. Sapa Ita sambil membuaka pintu ruangan Dr. Dude. “Siang….silakan masuk. Ada yang bisa di bantu?”. Tanya Dr. Dude. “Gini Dok…dokter kenalkan sama pasien yang bernama Imam? Yang beberapa hari yang lalu dia sempat masuk di ruangan ICU”. Tanya Ani yang sudah duduk di balik meja Dr. Dude. “Memangnya kalian siapanya Imam?”. Tanya Dr. Dude lagi. “Anu Dok…kami nie teman kampusnya dok….”. Jawab Ani. “Oh…jadi kalian temannya Imam.”. Ucap Dr. Dude. “Iya Dok, kami pingin tau kondisi Kak Imam yang sebenarnya…”. Ucap Ati dengan nada memohon. “Okey-okey saya akan jelaskan keadaan keadaan yang sebenarnya. Jadi gini, sudah bertahun-tahun Imam menderita kangker otak, namun iya merahasiakan sama semua orang. Disaat dia tidak mampu lagi menanggung penderitaanny itu, imam pun pingsan, satelah itu orang tuanya lansung membawa Imam ke rumah sakit. Setelah saya periksa kondisi Imam ternyata umur Imam hanya bertahan beberapa bulan lagi. Cuma Aku tidak menyangka, Tuhan begitu cepat memanggil Imam pulang kesisi-Nya.”. Ucap Dr. Dude menjelaskan semua yang terjadi. “Ma…maksut dokter apa?”. Tanya Ani dengan raut muka yang sangat panik, tanpa sadar air matanya keluar membasahi pipinya. “Begini, kalian terlambat, tadi pagi sekitar pukul 5 pagi Imam menghembuskan nafas yang terakhir.”. Ucap Dr. Dude. “Apa Dok..??? Maksut dokter Kak Imam sudah meninggal…???”. Tanya Ani dengan nada kaget. “Iya…”. Jawab Dr. Dude lagi. “Ta ini pasti mimpi….Kak Imam belum meninggal kak???”. Tanya Ani sambil menangis menatap wajah sahabatnya. “Sabar ya….kamu harus terima semua ini…”. Ucap Ita sambil mengusap kepala sahabatnya yang sudh tersandar di atas pundaknya. Tiba-tiba Ani berdiri dari kursinya, “Ta…kita harus secepatnya ke rumah Kak Imam”. Ucap Ani. “Ani tunggu….”. Ucap Ita yang melihat Ani berlari keluar dengan keadaan panik. Ita pun bergegas berdiri dan meninggalkan ruangan Dr. Dude mengejar sahabatnya yang berlari menuju parkiran.
“Ta…cepat sedikit donk….!!!”. Ucap Ani yang sudah berada dalam mobil dalam perjalanan menuju rumah Imam. “Sabar sedikit lah…kamu tidak lihat jalanan macet. Nanti Justru kita lagi yang kenapa-kenapa.” Ucap Ita yang sedang duduk dibelakang stir mobilnya. 15 menit kemudian Ani dan Ida sudah sampai di depan rumah Imam. Dilihatnya, rumah Imam yang keadaan sepi, hanya terlihat beberapa orang security yang bertugas menjaa rumah imam yang berada di kompleks perumahan mewah kota itu. Ani keluar dari mobil dan lansung bertanya kepada salah satu security yang ada di dekatnya. “Pak…Semua Orang lagi kemana sich?”. Tanya Ani. “Semua orang lagi pergi mengantar jenazah Mas Imam untuk di makamkan.”, Jawab salah satu security. “Terus…tempatnya dibagian mana?”. Tanya Ani lagi. “Tempat pemakamannya di taman perkurburn islam, daerah bukit indah.”. Jawab security yang sama. “Ani…Aku tau tempatnya. Tempatnya itu tidak jauh dari sini, mungkin sekitar 15 menit gitu.”. Ucap Ita. Setelah beberapa saat kemudian, Ani dan Ita pun bergegas menuju daerah bukit indah.
Dalam perjalanan mereka berpas-pasan dengan mobil pelayat yang mengantarkan jenazah Imam. “Ta…itu kayaknya itu mobil-mobil para pelayat..?”. Tanya Ani sambil mengarahkan jari telunjuknya kea rah mobil yang berada di depannya. “Iya…kayaknya kita terlambat untuk hadiri proses pemakaman Kak Imam…”. Ucap Ita. Tak lama kemudian, mobil Ita sudah memasuki pintu gerbang taman perkuburan islam. Ani lansung keluar dari mobil dan lansung berlari menuju salah satu makam yang masih terlihat baru, di bacanyanya batu nisan yang masih terbuat dari kayu itu bertuliskan Imam Kurniawan, Ani pun lansung memeluk batu nisan itu, dan menangis tak henti-hentinya diatas pusarah yang masih terlihat basah dan bau bunga melati. “Tuhan….Mengapa terlalu cepat memanggil Kak Imam….mengapa Engkau tidak memberikan kesempatan padaku untuk mengatakan kalo Aku sangat cinta sama dia….” Teriak Ana dengan sangat keras, tiba-tiba hujan pun turun membasahi hati Ani yang telah patah. Seakan-akan langit turut merasakan kepedihan Ani. “Yang sabar ya…Tuhan pasti punya rencana yang lebih baik di balik kejadian ini…”. Ucap Ita yang berada di samping Ani sambil menenangkan Ani yang lagi terluka. “Ta…Aku menyesal dari kemarin-kemarin aku sengaja menunda-nunda keputusan Aku untuk menerima dia. Aku hanya ingin melihat sejauh mana rasa sayangnya sama Aku. Tapi Aku nggak tau semua berakhir seperti ini…”. Ucap Ani sambil memeluk sahabatnya itu. “Imam…Aku juga cinta kamu…..Aku juga sayang kamu….”. Teriak Ani dengan suara yang sangat keras, di atas makam Imam. Hujan pun turun semakin deras tak henti-hentinya….!!!

TAMAT

“PELANGI DITENGAH HUJAN”

Pagi itu seperti biasa, Alin bersiap-siap pergi ke kampus diatar sopir Ayahnya. Alin adalah anak perempuan satu-satunya yang juga anak pertama dari dua bersaudara. Alin, kuliah disalah satu Universitas Negeri di Makassar tingkat Akhir. Sedangkan adiknya sedang kuliah di salah satu Universitas Negeri terkenal di kota Bandung. “Hai cantik, gimana kabarnya hari ini…?” Sapa Alin pada sahabatnya Tina yang sudah menunggunya di depan ruangan kuliah mereka. “Alhamdulillah baik…bukuku yang kemarin ada kamu bawa kan?”. Tanya Tina. “Ada..ini buku kamu…”. Jawab Alin sambil memberikan sebuah buku ke sahabatnya.

“Na…semenjak dari SMA sampai sekarang Aku bersahabat sama kamu tapi ada suatu hal yang belum pernah aku ceritakan sama kamu..”. Ucap Alin sambil menikmati semangkok baksao bersama Tina di kantin kampus. “Masa? Apa tuh???”. Tanya Tina dengan sedikit canda. “Aduh Tina…Aku serius nie…”. Ucap Alin. “Iya…iya Aku siap dengar. Sekarang kamu cerita dan Aku akan jadi pendengar setia buat kamu”. Ucap Tina. “Begini Na, pada saat aku masih duduk di bangku SD dulu tepatnya, Aku pernah mengenal seorang laki-laki seumuran dengan Aku. Namanya Dimas, Masa-masa itu Aku lewati bersama dengan Dimas. Waktu Aku kelas enam, Dimas nembak Aku dan pada saat itu Aku terima Dia sebagai pacar Aku, ya walaupun di bilang Aku dan Dimas masih anak-anak tapi dia itu cinta pertama Aku. Dia sangat baik sama Aku pada saat itu. Namun saat Aku dan Dimas lulus dari sekolah itu, Ayahku pindah ke sini dan Aku pun melanjutkan sekolahku disini sampai sekarang. Semenjak Aku tinggalkan Bandung Aku tidak pernah lagi tau kabarnya Dimas. Ingin sekali Aku bertemu dengannya lagi. Jujur, sampai saat ini Aku masih sayang sama Dia…”. Ucap Alin dengan panjang lebar. “Terus, Akmal kamu kemanakan?”. Tanya Tina. “Itu membuat Aku tidak tau harus gimana..”. Ucap Alin dengan mimik wajah yang kelihatan bingung. “Gini Alin, Aku tau kamu sangat sayang sama Dimas, tapi Diakan masa lalu kamu. sedangkan Akmal itu sudah jalan sama kamu semenjak di SMA sampai sekarang. Jadi saran Aku, mending kamu lupakan Dimas karena mungkin dia juga sudah punya pacar yang baru…”. Ucap Tina. Alin hanya bisa diam mendengar kata-kata sahabatnya itu. “Ayo kembali ke ruangan aja, kita kan sudah hampir satu jam disini”. Ucap Tina lagi sambil melihat jam tangannya yang sudah menujukan pukul 12 siang. Alin dan Tina pun meninggalkan kantin menuju ruangan kuliah mereka.

Keesokan harinya dikampus Alin….

Hujan pada hari itu terlihat sangat deras. Alin masih berdiri di teras kampus, ditemani beberapa mahasiswa lainnya. “Hai sayang, belum pulang…???” terdengar suara dari arah belakangnya. “Iya Na…Aku masi nunggu sampai hujannya reda…”. Jawab Alin setelah ia tau suara siapa yang berasal dari belakangnya. “Memangnya kamu tidak di jemput…?”. Tanya Tina yang sudah berada di samping Alin. “Ada…Cuma sebentar lagi. Mungkin sekitar 15 menit lagi, soalnya sopir masih jemput Ayahku dulu setelah itu baru jemput Aku…”. Ucap Alin. Hanya berselang beberapa saat kemudian, tatapan Alin terfokus pada sesosok laki-laki yang tak begitu jauh di depannya. Seluruh tubuh laki-laki itu basah terkena hujan, namun seakan-akan ia tidak memperdulikan hujan yang turun dengan derasnya. Tatapan Alin pun terus tertujuh pada sosok laki-laki yang terlihat misterius itu. “Lagi ngelamun ya…???”. Ucap Tina sambil menepuk bahu sahabatnya. “Tidak. Aku cuma memperhatikan laki-laki yang lagi berdiri di tengah hujan deras seperti ini…”. Ucap Alin. “Oh…yang sana aneh ya..??? Mungkin dia stress kali karena di putusin sama pacarnya..”. Ucap Tina sambil melihat kearah yang sama dengan raut wajah yang menyembunyikan sesuatu. “Na….waktu Aku sama Dimas dulu, kami sering melakukan hal seperti itu. Sampai-sampai Aku dan Dimas sering jatuh sakit. Dimas pernah bilang kalo kita melihat pelangi di tengah hujan maka apa pun yang kita minta pasti akan terkabul”. Ucap Alin. tiba-tiba terdengar suara yang memanggil-manggil namanya. Alin pun tersadar dari lamunannya. dilihatnya sosok laki-laki setenga baya yang sangat dikenalnya. “Iya…Yah…”. Ucap Alin setelah ia tau siapa yang memanggilnya. “Na….kamu belum pulang?”. Tanya Alin. “Aku masih nungguin seseorang…”. Jawab Tina. “Kalo gitu, Aku duluan ya…”. Ucap Alin. Alinpun melangkah kearah mobil Ayahnya dengan menerobos hujan yang masih juga belum ada tanda-tanda untuk berhenti. Dalam perjalan pulang, Alin masih teringat dengan lamunannya tadi. Karena itu masa-masa terakhirnya bersama Dimas dulu, sebelum dimas berangkat ke Surabaya karena Ibunya meninggal. Tiga hari setelah dimas berangkat ke Surabaya, Alin pun berangkat ke Makassar untuk lanjutkan studinya.

Keesokan harinya…..!!!

Seperti bisa, Alin melakukan rutinitasnya sebagai seorang Mahasiswi di salah satu kampus terkenal di kota Makassar. Kesibukan Alin dari hari ke hari terus bertambah, sebagai Mahasiswa yang duduk di tingkat akhir. Seakan-akan Alin tak sabar merasakan momen-momen terindah yang juga impian semua Mahasiswa, dimana tubuhnya terbalut baju wisudawati dengan kepala yang tertutup toga yang merupakan simbol kembanggaan bagi sebagian orang. Alin yang lagi tenga asik cerita dengan teman-temanya di kantin kampus, tiba-tiba terdengar suara HP Alin berbunyi. Diambilnya HP itu yang tersipan didalam tasnya. “Ya…say, ada apa..?”. Tanya Alin pada seseorang yang ada di balik telpon itu. “Kamu dimana sekarang…?”. Tanya Akmal yang berada di balik telpon itu. “Aku sekarang lagi di kampus…emangnya kenapa?”. Tanya Alin balik. “Aku kangen banget sama kamu…sebentar malam kan malam minggu, kita jalan ya…?”. Tanya Akmal lagi. “Bisa…”. Ucap Alin. “Ok. Sebentar malam Aku jemput kamu. Bay…sayang”. Ucap Akmal. Pembicaraan Alin dan Akmal, pacarnya lewat telpon pun berakhir.

Alin sudah bersiap-siap untuk berangkat. Dilihatnya jam yang melingkar ditangan kirinya sudah menujukan pukul 19.30. Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara mobil yang disusul dengan clakson sebanyak dua kali. Alin pun keluar menghampiri sebuah mobil Fortuner hitam yang tak asing baginya. Hanya beberapa saat kemudian, mobil itu sudah meninggalkani rumah Alin. “Sayang…kita ke Losari dulu ya..???”. Tanya Akmal yang sedang menemudikan mobilnya. “Boleh…Aku juga sudah lama tidak ke Losari.”. Jawab Alin yang berada di samping Akmal. Fortuner hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata menuju pantai Losari. Setelah sampainya mereka di Losari, salah satu tempat kumpulnya muda-mudi sampai yang mau menghampiri usia lanjut. Alin dan Akmal berjalan menuju sebuah tempat duduk terletak tak jauh dari mereka. dimana orang sering menjadikan tempat santai dikala dia sedang berada di Losari sambil menikmati pemandangan di sekitar pantai atau menikmati jajanan yang berada di sepanjang jalan pantai losari. “Mas…Pisang epenya dua ya…”. Ucap Akmal yang ingin menikmati salah satu jajanan khas kota angin mamiri itu. Betapa kagetnya Alin setelah melihat wajah penjual pisang epe yang berdiri didepannya sambil memberikan dua porsi pisang epe yang sudah siap untuk dinikmati. “Bukanya dia laki-laki yang beberapa hari lalu sedang berdiri ditengah derasnya hujan didalam lingkungan kampus?”. Ucap Alin dalam hatinya. “Sayang…kok ngelamun sich…dimakan donk pisang epenya”. Ucap Akmal. “I..iya..sayang, Aku makan kok..”. Ucap Alin seketika. Alin dan Akmal pun menikmati pisang epe yang ditangan mereka, namun wajah Alin terlihat sangat penasaran dengan identitas laki-laki itu yang sudah membuatnya mengingat kembali masa-masa kecilnya bersama Dimas. “Sayang…kita pulang yuk, inikan sudah larut…”. Ucap Alin ketika melihat jam yang ada ditangannya sudah menunjukan pukul 12 malam. Berselang beberapa saat kemudian, fortuner hitam itu sudah berada di depan rumah Alin. “Ok sayang…Aku pergi dulu ya…”. Ucap Akmal. “Iya sayang. Hati-hati ya..?!!”. Ucap Alin yang sudah berdiri didepan pintu pagar rumahnya. Setelah fortuner hitam itu sudah menghilang dari hadapanya, Alin melangkah masuk kedalam rumahnya.

Pada hari minggu sore, tepatnya pada jam 14.30. Alin pergi ke pantai losari sendirian. Sesampainya di pantai losari, Alin melangkah mendekati bibir pantai. “Dimas…kamu dimana?”. Ucap Alin dalam hatinya. Rasa kagen akan Dimas yang pernah mengisi kenangan diwaktu kecilnya semakin tak mampu di bendungnya. Keinginan Alin untuk bertemu dengan Dimas semakin membesar, membuat ia terasa sesak disaat ia merindukan Dimas, sosok seorang laki-laki yang sangat di harapkannya. Berselang beberapa saat kemudian langit terlihat sangat gelap ditutupi awan hitam. “Kayaknya hujan mau turun nie..”. Ucap Alin dalam hati sambil mengangkat kepalanya melihat awan hitam di atas kepalanya. Tak lama kemudian hujan pun turun dengan sangat deras. Orang-orang yang berada di sekitaran pantai losari lansung lari mencari tempat berlindung namun berbeda dengan Alin. Dia masih saja berdiri di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun. Seluruh tubuh Alin basah di terpa hujan namun Alin tidak sama sekali menghiraukan itu, dia masih diam sambil memandang pulau-pulau kecil yang ada didepannya. Setelah 15 menit berlalu hujan masih saja turun dengan sangat deras, tanpa ada seoarng pun yang tau kapan berakhirnya tiba-tiba pandangan Alin terpana pada sebuah pelangi yang tiba-tiba munjul di ujung pandangan matanya. Walaupun jarak pelangi itu sangat jauh darinya dan hujan masih mengguyur dengan derasnya namun pelangi terasa dekat, Alin pun teringat pada cerita Agus di masa kecilnya.

“Pelangi….Aku tau sebanarnya kau tidak nyata. Semua ini hanya hiasan mata yang semu. Tapi karena keistimewaan corak warnamu yang begitu indah kau hadir memberikan sensasi pada semua orang yang melihatmu, sehigga sulit bagiku atau bagi orang lain menerima kenyataan bahwa sesungguhnya engkau tidak ada. Begitu pun dengan Dimas…dia sahabat aku di saat aku kecil, dia selau menjadi tempat aku berbagi dan dia adalah cinta pertamaku. Sulit bagiku melupakanya, apalagi harus menerima kenyataan dia hanya mimpiku yang tak nyata bagiku. Tapi Aku mohon pelangi, pertemukan Aku, walau hanya sesaat, walau itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal padanya yang belum sempat Aku ucapkan di waktu dulu. Pelangi….walaupun dia tak nyata bagiku tapi ijikan aku bisa melihanya seperti Aku yang sekarang sedang melihatmu dari kejauhan….”. Ucap Alin dengan suara yang terdengar sangat berat, air matanya pun turut membasahi pipinya. Tak lama kemudian kesedihan Alin terhenti di kagetkan dengan hujan yang berhenti secara tiba-tiba di sekitar dia berdiri. “Sayang…kok kamu hujan-hujanan sih..?!! Nanti sakit lagi..”. Terdengar suara yang sangat di kenalnya dari arah belakangnya. Alin memalingkan wajahnya kearah suara yang didengarnya, dilihanya Akmal sedang menutup kepalanya dengan sebuah baju Almamater kampus milik Akmal. “Ayo kita pulang…”. Ucap Akmal lagi. Beberapa saat kemudian Alin pun kembali kerumahnya mengunakan dengan tubuh yang basah kuyuk ditemani Akmal.“Kok kamu tau Aku lagi dipantai losari…?”. Tanya Alin yang duduk disebelah Akmal dalam perjalanan pulang ke rumahnya. “Tadi Aku ke rumah kamu, Cuma Ibu kamu bilang, kamu lagi pergi jalan-jalan ke Losari, makanya Aku lansung ke losari.

Keesokan harinya….

Di kantin kampus, Alin lagi asik bercanda dengan sahabat akrabnya Tina. Tiba-tiba dari dalam tas Tina terdengar suara HP berdering. Tina dengan terburu-buru mengambil Hpnya tanpa menutup kembali tasnya. Alin melihat hal itu, lansung saja mengambil tas Tina dan menutupnya, namun tanpa disadari Alin melihat sebuah liontin yang tak asing baginya. Ditatapnya wajah Tina yang tengah asik ngobrol dengan seseorang di balik tersebut. Alin pun mengambil tas tersebut tanpa sepengetahuan Tina. Dengan rasa penasarannya dibukanya liontin itu yang berbentuk hati. Alin pun kaget setelah mengetahui foto siapa yang ada di dalam liontin itu. “Sory ya Lin, agak lama tadi nelponnya”. Ucap Tina sambil mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang di balik Hpnya. “Na…kamu dapat dari mana liontin ini…???”. Tanya Alin sambil terus memandang foto yang tersimpan didalam liontin. “Tina…Ini kan Foto Dimas dan Aku waktu kecil…”. Ucap Alin lagi. Tina pun kaget melihat liontin itu sudah berada di dalam genggaman Alin. “A…A..lin…saya bisa jelaskan kok”. Ucap Tina dengan keadaan gugup. “Jadi Gini, sebenarnya Aku kenal sama Dimas. Awalnya Aku sich nggak tau kalo gadis yang bernama Alin itu adalah kamu, sahabatku sendiri. Samapai akhirnya Aku menemukan liontin yang sama didalam tas kamu. Dimas sudah banyak cerita tentang kamu, tentang masa-masa kalian di waktu dulu”. Ucap Tina. “Terus hubungan kamu sama Dimas apa..?? kamu tega bangat ya…”. Tanya Alin, Air matanya pun keluar tetes demi tetes membasahi pipinya. “Dimas itu sepupuku. Dia sekarang ada di kota ini. Sory ya Lin, semua ini Aku lakukan atas permintaan Dimas sendiri”. Jawab Tina. “Kalo gitu sekarang kamu antarkan Aku ketemu sama Dimas…”. Ucap Alin sambil membersikan pipinya dari Air matanya.

BERSAMBUNG……

“PELANGI DITENGAH HUJAN” (BAGIAN DUA)


Sore itu, langit yang biasanya memamcarkan warna keesesahan dari sang Khalik telah tertutupi oleh awan hitam. Suara-suara petir yang sangat memekik seakan tak mau ketinggalan untuk ambil bagian.Dengan mengunakan sebuah Taksi Alin dan Tina berangkat menuju kontrakan Dimas.setelah beberapa saat kemudian, taksi yang mereka naiki itu, memasuki sebuah gang yang tak asing dalam benak Alin. "Sepertinya Aku pernah ke sini....".Ucap Alin dalam hati.Rasa penasarannya terhadap sosok laki-laki yang selama ini dicarinya semakin menggetarkan hati dan pikirannya."Iya Aku ingat, waktu itu Aku membuntuti laki-laki misterius itu. Tapi apa laki-laki misterius itu ada kaitannya dengan Dimas.....??". Sahut Alin dalam hatinya. "Lin...kita sudah samapi di kontrakan Dimas...". Ucap Tina yang seketika menyadarkan Alin dari lamunan sesaatnya. "Pak tunggu sebentar ya...?!!". Ucap Tina pada supir taksi  itu. Dengan di temani Tina, berlahan tapi pasti Alin melangkahkan kakinya mendekati sebuah rumah kontrakan yang tidak jauh di depannya. "Assalamu'alaikum....".Ucap Tina semabari mengetok-ngetok pintu rumah itu. "Waalaikum salam...iya tunggu sebentar....".terdengar suara laki-laki dari dalam rumah  itu. "Oh Tina...ada apa?".Ucap laki-laki itu setelah membukakan pintu. "Mas Dimas mana...?". Tanya Tina. "Waduh....Dimas sudah ke bandara...".Ucap laki-laki itu. "Apaa..???". Ucap Tina dengan kagetnya. "Iya...sore ini dia berangkat ke Surabaya. Kalau kalian kesana sekarang, mungkin kalian masih bertemu dengan Dimas...".Ucap Laki-laki itu. "Ayo Lin...kita harus secepatnya ke bandara". Ucap Tina. "Oh Iya Mas Agus, makasih ya....?". Ucap Tina Lagi. dengan terburu-buru Alin dan Tina menaiki taksi yang sudah setia menunggu mereka tadi. "Pak...ke Bandara sekarang...". Ucap Tina. Taksi itu pun bergegas mengantarkan dua wanita itu ke Bandara.

 Ditempat lain.....

Keramaian dari berbagai orang-orang yang akan berangkat, yang baru tiba dan para pengantar terlihat begitu menghiasi disetiap sudut Bandara Internasional Hasanudin. Setelah menurunkan kopor miliknya dari sebuah taksi, Dimas pun melangkahkan kakinya memasuki ruangan Cek In. Setelah selesai Cek In, Dimas melangkahkan kakinya keluar ruangan untuk mengirup udara kota makassar yang terakhir kalinya. Semua kenangan kota makassar terngiang dalam benaknya melintas tanpa henti seakan tak mengijinkannya untuk pergi selama-lamanya. Tak terasa tiga puluh menit sudah Dimas berdiri terbuai oleh kenangan-kenangannya.disaat Ia hendak memasuki ruang tunggu pemberangkatan, tiba-tiba langkah kakinya dihentikan oleh suara seseorang yang memanggil-manggil namanya. dengan seketika Dimas memalingkan  tubuhnya ke arah suara itu berasal. Betapa kagetnya ketika melihat dua sosok wanita yang sangat dikenalnya sedang berdiri tak jauh dari depannya.

"Dari mana kalian tau Aku ke bandara...?".Tanya Dimas pada dua wanita itu. "Dari mana kami tau...?? Kau sendiri kenapa berangkat tanpa ada sedikit pun memberitahukan Aku.....???". Ucap Tina dengan emosinya. "Kamu tahu tidak, wanita yang selama ini kamu ceritakan juga sangat merindukanmu..?!!". Lanjut Tina. "Disaat dia ingin bertemu denganmu, kau malah pergi meninggalkannya. Apa ini yang kau sebuat dengan cinta..?".Lanjut Tina lagi. Dimas hanya diam tanpa bisa berkata apa-apa begitu pun dengan Alin yang hanya mampu menatap wajah laki-laki yang sangat dirindukannya, bibirnya bergetar, air matanya pun mulai tumpah dan tubuhnya seakan terasa kaku tak berdaya. "Tina...Aku minta maaf tidak memberitahukan kamu. Semua ini Aku lakukan agar tak ada satu pun yang bisa menahan Aku untuk pergi untuk meninggalkan kota ini....". Ucap Dimas. "Alin juga sudah mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Aku, yang pasti akan selalu menjaganya.Karena itu, Aku tak semestinya berada disini lagi.saat ini Aku harus memulai lembaran kehidupan baru dan menutup lembaran kehidupanku sebelumnya yang penuh dengan kenangan masa kecilku bersama dengan seorang wanita. Sekali lagi Aku minta maaf.....". Ucap Dimas. Dimas pun memalingkan tubunya dan melangkah meningglkan dua wanita itu. "Dimas......?!!". Teriak Alin sembari berlari mengejar Dimas.

Tiba-tiba kedua tangan Alin merangkul tubuh Dimas dari belakang yang juga seketika menghentikan langkah Dimas. "Dimas jangan pergi Dimas....!!! Aku mohon jangan pergi....".Ucap Alin dengan penuh tangisan yang tak terbendungkan lagi.Berlahan-lahan Dimas melepaskan kedua tangan Alin yang sedang merangkul tubuhnya.Ditatapnya wajah Alin dengan begitu dalam, sembari mengegenggam tangan wanita itu. "Alin....Maafkan Aku. Tapi Aku harus pergi. Suatu hari nanti, disaat kau merasakan kebahagian bersama Akmal, kau pasti akan melupakan Aku....". Ucap Dimas. "Alin....Tak seharusnya kau mengeluarkan air mata untukku yang belum pernah membahagiakanmu seperti Akmal yang telah mengisi hari-harimu dengan penuh kebahagian....".Ucap Dimas sembari membersikan air mata Alin dengan jari telunjuknya. Dimas pun melanjutkan langkahnya meninggalkan Alin dan Tina. Berlahan-lahan Bayangan Dimas menghilang dari pelopak mata dua wanita itu.tak ada satu pun manusia yang tahu kapan lagi Alin akan bertemu dengan Dimas lagi.

Sebulan kemudian.....

Alin melanjutkan kehidupannya kembali bersama Akmal walau dalam hatinya masih mengharapkan Dimas yang telah pergi jauh meninggalkannya entah sampai kapan perasaan itu terus menggrogoti hati dan pikirannya Ia pun tak tahu. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang tengah mempersiapkan ujian terakhirnya, sudah pasti kesibuknya kian hari semakin tak terelakan. Namun satu kebahagian yang Ia rasakan, ditengah-tengah kesibukannya Akmal selalu mendampinginya. Sore itu, Alin meninggalkan kampusnya bersama Akmal yang telah iklas menjemputnya. "Sayang...besok Ayah dan Ibu Aku akan datang ke rumah kamu...". Ucap Akmal yang duduk di belakang stir mobilnya. "Buat apa...?".Tanya Alin dengan keheranan."Untuk membicarakan acara pertunangan kita.selama ini kan kita hanya pacaran doang tanpa ada sebuah hubungan yang jelas....". Ucap Akmal sambil mengendalikan stir mobil. "Apa tidak terburu-buru tuch...?!!". Tanya Alin kembali."Insya Allah tidak. Nanti setelah kamu wisudah Aku akan melamar kamu setelah itu nikahi kamu dech...".Ucap Akmal dengan sedikit senyum dan canda yang mengiringi perjalanan mereka."Terserah kamu aja.yang penting kamu tidak menyesal telah memperistrikan Aku nanti....". Ucap Alin. "Insya Allah tidak. Aku sudah yakin dengan pilihan yang Aku ambil saat ini....". Ucap Akmal.   

Keesokan harinya.....

Seperti yang dikatakan Akmal bahwa orang tuanya akan datang ke kediaman Alin, maka segala persiapan untuk menyambut kedatangan calon besan  telah dipersiapkan. Setelah menunggu beberapa lama kemudian, tepatnya pada pukul 10.00 pagi, sebuah mobil yang tak asing tiba-tiba berhenti di depan rumah Alin. Berselang beberapa saat kemudian, pasangan suami istri yang sudah lanjut usia memasuki rumah Alin dengan di dampingi Akmal. "Assalamu'alaikum....". Ucap Akmal yang sudah berdiri di depan pintu rumah itu. "Waalaikum salam...Ayo masuk sini Nak Akmal ajak orang tua kamu...".Ucap Ayah Alin yang sudah sejak tadi menunggu kedatangan mereka. "Gimana kabarnya hari ini Om...Tante....??". Sapa Akmal sembari menjabat tangan kedua orang tua Alin."Alhamdulillah baik. Ayo Silahkan duduk.....".Ucap Ayah Alin.Setelah melihat keadaan yang mulai tenang, Akmal pun mulai membuka pembicaraan dengan sedikit menghembuskan nafas panjang."Jadi gini Om...Tante, kedatangan kami ke sini ini untuk membicarakan pertunangan saya dan Alin.Karena sudah 6 tahun kami menjalin hubungan tapi hanya sebatas pacaran tanpa ada sebuah kejelasan tentang hubungan kami.karena itu saya mengajak orang tua saya kesini untuk membicarakan pertunangan saya dan Alin...". Ucap Akmal dengan sopan santun."Iya...Alin sudah memberitahukan kami kemarin.karena itu kami lansung mempersiapkan penyambutan kedatangan calon besan ya walau hanya dengan seadanya...". Ucap Ayah Alin dengan sedikit senyum tipis."Kalau masalah pertunangan, kami serahkan sepenuhnya pada Alin anak kami karena ini adalah kehidupan anak kami. Kalau anak kami setuju, kami pasti akan mendukung...".Lanjut Ayah Alin. "Jadi bagaimana Nak...? Apa kau terima permintaan pertunangan dari Akmal....?". Tanya Ayah Alin.

Sesaat suasana rumah itu begitu hening.Semua mata tertuju pada Alin yang duduk disebelah Ibunya.Jantung Akmal berdetak dengan begitu kencang tak karuan, ketegangan terlihat dari raut wajahnya. Dengan tatapan penuh harap Ia terus memandang wajah Alin yang masih menundukan kepalanya, entah apa yang difikirkan Alin saat itu tak ada satu pun dari mereka yang tahu. beberapa saat kemudian, Alin menghelai nafas panjang dan di tatapnya wajah Akmal dan seluruh orang-orang yang ada di sekitarnya pada saat itu. "Mas Akmal berserta Ayah dan Ibu Mas Akmal yang saya sangat hormati. Mungkin ini sudah saatnya saya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada diri saya saat ini. Agar penyesalan itu tidak akan ada dikemudian hari. Setelah itu saya menyerahkan sepenuhnya pada Mas Akmal apa masih mau bertunangan denganku atau tidak...". Ucap Alin. "Maksudnya....?".Tanya Akmal semakin bingung. Apa maksud kamu Nak...".Tanya Ayah Alin yang juga tidak kalah bingungnya. "Tunggu sebentar.....". Ucap Alin. Alin pun melangkah meninggalkan ruang tamu yang dipenuhi kegelisahan akan apa yang terjadi nantinya. beberapa saat kemudian Alin kembali duduk di tempat semula dengan membawa selembar kertas misterius. "Ini Mas....sebuah lembaran kertas yang akan memperjelas maksud saya tadi...."Sembari memberikan selembar kertas pada Akmal. "Apa maksudnya ini...?". Tanya Akmal. "Baca aja tulisan yang tercetak di kertas itu. Mas Akmal pasti akan mengerti...".Jawab Alin sambil memberikan senyum tipis.Tanpa berlama-lama lagi, Akmal lansung membaca kalimat demi kalimat yang tertulis di selembar kertas yang sudah dalam kenggamannya.

"Lin...mengapa kau tidak memberitahukan Aku sejak awal...". Tanya Akmal yang mulai larut dalam kesedihan. "Apa maksudnya semua  ini...". Tanya Ibu Akmal yang juga semakin bingung. Iya apa maksudnya ini Nak...?".Tanya Ibu Alin kembali. "Ayah, Ibu dan kedua orang  tua Mas Akmal yang saya sangat hormati. Kertas yang saat ini berada di tangan Mas Akmal adalah hasil kesimpulan dokter delapan bulan yang lalu. Sebuah kertas yang mejelaskan tentang penyakit yang saat ini saya rasakan...". "Maksud kamu Nak....?".Tanya Ayah Alin yang tiba-tiba memotong pembicaraan putrinya."Dikertas itu tertulis saya mengidap penyakit kanker rahim. Jika tidak secepatnya di operasi maka saya bisa saja saya akan meninggal dalam waktu cepat. Tapi jika saya di operasi, maka saya tidak akan bisa hamil lagi....".Lanjut Alin dengan deraian air mata yang mulai jatuh tak terhankan. "Ayah...Ibu....Alin minta maaf selama ini Alin menyembunyikan penyakit Alin pada Ayah dan Ibu. Alin lakukan semua itu, karena Alin tidak ingin membuat Ayah dan Ibu pusing karena keadaan Alin....".Ucap Alin dengan terseduh seduh."Sekarang Alin menyerahkan sepenuhnya kepada Mas Akmal dan keluarga Mas Akmal. Apa masing menginginkan seorang wanita mandul seperti Aku menjadi istri Mas Akmal dan menantu kalian....?!!". Ucap Alin. Kebisuan kembali melanda Akmal beserta Ayah dan ibunya. Bibir Akmal terasa kaku seakan tak bisa lagi bicara setelah megetahui maksud Alin yang sebenarnya."Maaf Pak Bram dan seluruh keluarga.untuk saat ini kami belum bisa memutuskan apa-apa. Kami harus melakukan rapat keluarga terlebih dahulu, karena masalah ini baru kami tahu nanti saat ini....". Ucap Ayah Akmal."Iya saya paham dengan kondisi Pak Suryo beserta keluarga.Seperti yang dikatakan putri saya tadi, kami menyerahakan sepenuhnya pada keluarga Pak Suryo.Kami juga meminta maaf atas kejadian hari ini. Semua ini jauh dari pemikiran saya dan istri saya....".Ucap Ayah Alin. "Okey kalau gitu kami harus pamit dulu....".Ucap Ayah Akmal. "Ayo Akmal kita pergi sekarang....".Ucap Ibu Akmal sembari menarik pergelangan tangan Akmal yang masih saja diam seribu bahasa. Beberapa saat kemudian, mobil yang digunakan Akmal beserta Ayah dan Ibunya meninggalkan rumah Alin lalu menghilang di ujung jalan. 

Dua hari kemudian......

Alin yang sedang duduk dan bercanda di taman kampus bersama Tina tiba-tiba dikegetkan oleh suara seseorang yang dari arah belakang mereka. "Alin bisa bicara sebentar.....?"."Oh Mas Bram...bisa kok.mau bicara disini atau dimana?". Tanya Alin setelah mengetahui pemilik suara tersebut."Disini aja. Aku juga tidak lama kok....". Ucap Akmal. "Jadi gini, Ayah dan Ibu Aku sudah memutuskan untuk membatalkan pertunangan kita. Bahkan Aku pun didesak oleh mereka untuk menyudahi hubungan diantara kita....". Lanjut Akmal. Alin hanya bisa diam mendengar kata demi kata yang dikeluarkan oleh Akmal dan matanya mulai berkaca-kaca."Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi menentang kehendak orang tuaku. Saya harap Alin bisa mengerti dan bisa menerima keputasan Aku....".Ucap Akmal lagi."Iya Mas Aku mengerti dengan keadaan Mas Akmal. Aku juga tidak akan memaksa Mas Akmal untuk bertunangan denganku apalagi harus menikahiku...".Ucap Alin diiringi deraian air mata yang mulai tumpah, mengalir dan jatuh diujung dagunya."Saya ucapkan banyak terimah kasih kepada Mas Akmal yang sudah menemaniku selama ini. Saya yakin Mas Akmal pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari Aku....". Lanjut Alin. "Makasih Lin...". Ucap Akmal. beberapa saat kemudain. Akmal berlalu meninggalkan Alin yang masih meretapi kesedihannya dengan ditemani Tina. "Yang sabar aja ya Lin....Aku yakin suatu hari nanti akan ada seorang laki-laki yang tulus mencintai kamu dengan segala kekurangan yang kamu miliki.....".Ucap Tina yang mencoba untuk menenangkan sahabatnya yang tengah tersandar dibahu kanannya sembari mengusap pungkung wanita itu.

Semenjak pertemuan Alin dan Akmal di taman kampus, Alin tidak pernah lagi berkomunikasi apalagi bertemu dengan Akmal laki-laki yang sebelumnya mengisi  hari-harinya dengan kebahagian dan keceriaan. Alin merasa kehilangan Akmal, tapi itu adalah kenyataan hidup yang harus terima, dimana dua laki-laki yang dicintainya pergi meniggalkannya. Namun Ia berusaha untuk tetap tegar dan optimis menjalani kehidupannya. Hari demi hari terus berganti, Keceriaannya pun mulai nampak kembali mengiringi perjalanannya menjadi seorang sarjana ekonomi yang telah menanti didepan mata, Ia pun terlihat lebih fokus pada apa yang Ia hadapi saat itu.

Empat bulan kemudian....

Hari itu, tepatnya pada tanggal 12 bulan Desember 2009.Suana keramaian terlihat dari berbagai sudut baruga kampus tempat Alin kuliah.Di dalam baruga itu sendiri tak kalah ramainya dengan suasana di luar.terlihat para Mahasiswa dan Mahasiswi mengenakan jubah hitam lengkap dengan toga yang menghiasi senyum-senyum kebahagian mereka bak kebahagian langit yang telah memancarkan kecerahannya dengan penuh keiklasan. Senyum-senyum kebahagian itu juga dirasakan oleh Alin dan Tina, moment yang penuh dengan sejarah dari hasil perjuangan mereka selama 4 tahun kini telah menanti mereka beberapa saat lagi. Alin dan tina pun mengmbil tempat duduk di bagian tengah deretan kursi-kursi dalam ruangan baruga itu. Tak beberapa lama kemudian suasana keheningan dan ketegangan melanda seisi ruangan itu. Semua mata tertuju pada sosok wanita yang akan membacakan nama mahasiswa terbaik. "Mahasiswa terbaik tahun ini diraih oleh Alin Puspitasari dari Fakultas Ekonomi.....".Ucap wanita itu dengan penuh semangat yang diringi oleh tepukan tangan dari semua orang. "Selamat ya Lin....".Ucap Tina yang duduk di sebelah kiri Alin. "Tina...Apa Aku mimpi...???". Tanya Alin yang seakan tidak percaya pada apa yang telah Ia dengar. "Tidak Lin...ini adalah kenyataan. Kau adalah mahasiswa terbaik tahun ini...".Ucap Tina sembari memeluk tubuh sahabatnya itu.Seketika itu, Alin bersujud sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Khalik diselingi oleh deraian air mata kebahagiaan.Tiga jam berlalu dengan penuh keharuan dan senyum –senyum kebahagian pun masih tergambar dengan begitu jelas di wajah-wajah mereka. Alin dan Tina yang juga merasakan kebahagian yang sama pun tak habis-habisnya bersyukur kepada sang Khalik. Dengan berlahan, Alin dan Tina memacu langkah kaki mereka menigalkan ruangan dimana acara wisuda itu di lansungkan.

“Ayah…Ibu…”.Ucap Alin sembari mencium kedua tangan orang tuanya yang sudah sejak tadi meniggalkan ruangan. “Tante…Om….”.Ucap Tina yang juga berdiri di dekat Alin. “Selamat ya….sekarang kalian telah menjadi seorang sarjana….”. Ucap Ibunda Alin. “Ayah bangga pada kalian…!!!”. Ucap Ayah Alin. “Oh Iya, Kalau Ayah dan sudah mau balik, duluan aja. Aku sama Tina masih mau ketemu sama teman-teman dulu sebentar.  “Iya sayang…..tapi pulangnya jangan kelamaan. Apalagi sampai malam…”. Ucap Ibunda Alin. “Sampai ketemu di rumah….”.Ucap Ibunda Alin lagi. “Iya Ma…hati-hati di jalan….”. Ucap Alin. Ibu dan Ayah Alin pun meniggalkan Alin dan Tina yang masih berdiri di halaman depan Gedung Baruga kampus. Tak lama kemudian, satu demi satu tetesan hujan turun. Langit yang tadinya bergitu cerah kini telah di tutupi oleh awan hitam yang pertanda hujan deras akansiap mengguyur kota itu. Alin dan Tina seketika berlari mencari tempat untuk berlindung dari derasnya hujan yang akan jatuh dalam hitungan mundur sembari. Hanya beberapa saat setelah mereka berteduh, hujan pun seketika turun dengan sangat derasnya.

“Oh Iya Tina…Aku lupa, sebentar setelah shalat magrib kamu ke rumah Aku ya…? Soalnya Ayah dan Ibu ada buat acara syukuran sedikit….”. Ucap Alin. “Okei Boss yang penting ada acara makan-makannya….”.Ucap Tina semabari memberikan seyum tipis pada sahabatnya itu. “Kamu tuch kalau acara makan-makan cepat sekali jawabnya, heheheheee….!!!”. Ucap Alin yang diiringi oleh tawa kecil di antara mereka. Setelah menuggu beberapa lama  kemudian, akhirnya hujan yang turun dengan derasnya pun mulai menunjukan tanda-tanda akan berhenti, langit pun mulai berangsur-angsur cerah kembali. Namun secara tiba-tiba tatapan Alin tertuju pada sebuah pelangi yang terrlihat dengan begitu jelas mengiasi langit di tengah guyuran hujan walau tak sederas tadi.“Pelangi….di tengah hujan, Aku pikir aku tidak bias melihat kamu lagi. Apakah ini pertanda Aku harus memulai kehidupanku yang baru….” Ucap Alin dalam hatinya. “Lin….kamu sedang memikirkan apa sich…?”.Ucap Tina yang seketika menyadarkan Alin dari lamunan sesaatnya. “Ti…tidak kok…Aku dari tadi keasikan memandang pelangi itu…”.Ucap Alin dengan sedikit terbata-bata. “Oh….Asik memandang pelangi ya….?!! Atau lagi teringat seseorang sampai-sampai Aku bicara pun tidak di dengar…”. Ucap Tina. “Kamu ngomong apa sich….?”. Ucap Alin. “Ya Aku ngomong  tentang pelangi lah….!!”. Ucap Tina. “Kalau tidak salah ingat, ada seseorang yang pernah bilang ke Aku, katanya  kalau melihat pelangi di tengah hujan apa pu yang kamu minta pasti terkabul….”. Lanjut Tina. “Kamu lagi nyindir Aku ya..?!!”. Ucap Alin.”Siapa yang nyindir…kayak kurang kerjaan aja. Aku kan cuma mau bilang aja ke kamu, siapa tahu ada yang kamu inginkan dekat-dekat ini…!!”. Ucap Tina dengan tersenyum. “Apa ya Aku minta…sarjana sudah, kerjaan Insya Allah ada, jodoh aja dech kalau gitu…”. Ucap Tina. Tak lama kemudian, Tina diam sembari memejamkan mata, Alin yang berdiri tepat disebelah sahabatnya itu terus diam tanpa menunjukan ekspresi sedikit pun.Beberapa saat kemudian, secara berlahan Alin melangkahkan kedua kakinya keluar ke tempat yang terbuka, Seakan membiarkan seluruh tubuhnya dibasahi oleh tetesan-tetesan terakhir hujan.Sambil memajamkan mata dan merentangkan kedua tangannya kekiri dan ke kanan, Alin terus menikmati tetesan demi tetesan hujan.“Pelangi….hari ini adalah hari bahagia buatku. Tapi mengapa Aku merasa ada sesuatu yang kurang….”.Ucap Alin dalam hati.Alin menarik dan menghembuskan nafas panjangnya, seolah ada sesuatu yang sangat berat yang dipikirkannya. “Pelangi…pertemukan Aku dengan seoarng laki-laki yang mau menerimaku dengan segala kekurangan dan kelebihan yang Aku miliki….”.Ucap Alin dengan suara pelan.

“Saat ini…pelangi telah mengabulkan permintaanmu. Laki-laki yang mau menerima kamu dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kamu miliki telah berada di depan kamu…”. Ucap seoarng laki-laki yang bediri tepat di depan Alin. Suara yang tak asing ditelinga Alin seketika menyadarkannya dari lamunan sesaatnya.Dengan rasa penasaran, Alin berlahan membuka kedua matanyanya yang telah dibasahi oleh camburan air hujan dan air matanya. “Dimas…..kok kamu ada disini sich…?”.Tanya Alin dengan begitu terkejutnya setelah mengetahui sosok laki-laki yang berdiri tepat di depannya dengan jarak yang bergitu dekat dengannya. “Iya Lin….Tina sudah menceritakan semua yang terjadi sama kamu beberapa bulan yang lalu melalui telpon….”. Ucap Dimas. “Lin….Waktu aku pergi meniggalkan kota ini, bukannya Aku tidak mencitaimu lagi. Aku lakukan semua itu, karena Aku sangat sayang sama kamu. Aku tak ingin menghancurkan mimpimu bersama Akmal. …”. Lanjut Dimas. “Terus…kedatangan kamu kemari untuk apa…?”.Tanya Alin lagi. “Lin…Aku tahu, kamu belum bias lupakan Aku begitu pun juga Aku. Mungkin karena Aku terlalu sayang, sehingga Aku terlalu susah untuk melupakanmu….”. Ucap Dimas. “Lin….Aku ingin hidup bersamamu dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kita miliki…..”.Ucap Dimas lagi.Alin hanya bisa memandang kedua mata Dimas dengan begitu dalam, tanpa bisa berkata apa-apa lagi. “Lin…Aku mencintaimu karena Aku tahu kau adalah wanita yang tidak sempurna, dan Aku ingin kau juga mencintaiku karena Aku juga bukan laki-laki yang sempurna…”.Ucap Dimas sembari memeluk tubuh Alin, tak lama kemudian Alin pun membalas pelukkan Dimas dengan begitu mesra. “Dimas….Aku tidak mau kehilanngan kamu lagi…”.Ucap Alin stengah berbisik. “Iya Lin…Aku janji tidak akan meninggalkan kamu lagi….”. Ucap Dimas. Dengan sambil tersenyum dalam pelukkan Dimas, Alin terus memandang pelangi itu yang berlahan-lahan mulai menghilang di kedua pelopak matanya.

The End…….!!!

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews