"MOHON MAAF ATAS KETERBATASAN. KARENA WEB-BLOG MASIH DALAM PENGEMBANGAN" Terima Kasih...

Rabu, 09 Maret 2011

Sudahlah Nurdin...

Liputan6.com, Jakarta: Keriuhan rapat dengar pendapat di dalam Gedung Nusantara I, Gedung Parlemen di Jakarta, awal Maret silam mendadak hening sejenak. Ketika itu para anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat menyimak penuturan Nurdin Halid. Pucuk pimpinan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI itu mengaku terancam. "Saya ingin blak-blakan, akan saya buka semuanya di sini, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Karena jiwa saya terancam, keluarga saya terancam, ada SMS (pesan singkat) yang ingin membunuh saya," ucap pria berusia 52 tahun itu sembari terisak dan suara bergetar.

Mantan anggota DPR dari Partai Golkar periode 1999-2004 itu pun meminta seluruh anggota Komisi X menjamin keamanan terhadap dirinya agar bisa menjalankan aktivitasnya di PSSI mendatang. Sepanjang dua pekan terakhir Februari lalu, Nurdin yang telah menjabat sejak 2003 itu memang terus-menerus didemo agar turun dari kursi Ketua Umum PSSI. Rentetan kecaman ribuan suporter Merah Putih yang menginginkan Nurdin lengser, agaknya membuat ketegaran hati pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, runtuh. Bahkan, dirinya merasa terancam atas teror yang mengarah juga pada keluarganya.

Sontak, Ketua Komisi X Machyudin menanggapi curahan hati atau curhat tersebut dengan meminta Nurdin tidak menyebut siapa yang menebar ancaman melalui pesan singkat tersebut. "Boleh transparan asal tidak menyebut nama, begitu saja Pak Nurdin." Mendengar tanggapan tersebut, Nurdin tetap pada pendiriannya. Dia mengancam akan membocorkan pejabat yang mengancamnya. "Ini bukan hanya soal Nurdin Halid. Saya sengaja menghadirkan dua pejabat daerah sebagai saksi. Siapa pejabat tinggi yang mengancam saya akan saya buka. Siapa menteri yang mengancam akan saya buka kapan waktunya siap saya buka," kilah Nurdin.

Menanggapi permintaan tersebut, Jamal Aziz, anggota Komisi X Fraksi Partai Hanura menilai Nurdin memang perlu mendapat perlindungan keamanan, begitu pula keluarganya, asalkan data-data ancaman itu kuat. "Kami akan mendukung bila memang perlu mengamankan beliau (Nurdin), apalagi ini juga menyangkut keselamatan keluarganya, saya setuju Komisi X memfasilitasi (keamanan Nurdin)," kata Jamal Aziz. Lain lagi pendapat Dedi "Miing" Gumelar. Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini memandang hal yang disampaikan Nurdin sudah di luar konteks rapat dengar pendapat umum. Dengan demikian, tidak perlu dibahas secara terbuka, bila pun perlu harus secara tertutup.

Tak hanya wakil rakyat, pihak Markas Besar Polri pun menyikapi serius pengakuan sang Ketua Umum PSSI. Mabes Polri berniat mengundang Nurdin untuk membuat laporan perihal ancaman pembunuhan yang sempat diakuinya kepada DPR. "Kita mengimbau Bapak Nurdin Halid kalau ada hal-hal yang mengkhawatirkan, silakan melaporkan ke kami" ujar Kepala Bidang Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Pol. Boy Rafli Amar, dua hari setelah pengakuan Nurdin.

Boleh dibilang, dua hari terakhir bulan silam, kemelut di tubuh PSSI berpindah arena ke Senayan. Dua tokoh yang acap disebut namanya oleh media massa dan pengunjuk rasa, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alfian Mallarangeng dan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid, secara bergantian didengar keterangannya di Senayan.

Silang Pendapat soal Statuta

Di parlemen, kedua kubu mengajukan argumentasi berdasarkan Statuta Federasi Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA) yang ditafsirkan secara berbeda. Di satu pihak, Menpora berkeras pada pendiriannya dengan mengartikan Statuta FIFA sesuai versinya. Andi Mallarangeng mengutip dua aturan di Standar Statuta FIFA sebagai landasan untuk mengutarakan keberatannya atas proses pencalonan ketua umum PSSI periode 2011-2014.

Yang pertama, menurut Andi Mallarangeng, syarat calon ketua umum berdasarkan Standar Statuta FIFA adalah "...they shall have already been active in football." Sementara, Statuta PSSI pada pasal 35 ayat empat mensyaratkan: "...telah aktif sekurang-kurangnya lima tahun dalam kegiatan sepak bola." Dalam pandangan Menpora, kedua pasal itu harus diartikan sebagaimana adanya dan tidak ditafsirkan dalam arti sempit pernah menjadi bagian dari kepengurusan PSSI selama lima tahun. Penafsiran ini yang digunakan Komite Verifikasi saat mencoret nama Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta.

Kedua, Standar Statuta FIFA pasal 32 ayat empat yang menyatakan: "...they shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of a criminal offense...(mereka telah aktif dalam kegiatan sepak bola dan tidak pernah divonis bersalah dalam suatu tindak pidana)." Pasal ini jelas ditujukan kepada Nurdin Halid yang pernah divonis dua tahun penjara dalam kasus distribusi minyak goreng Badan Urusan Logistig atau Bulog pada 2007.

Andi Mallarangeng memperkuatnya dengan pasal 68 (b) Kode Disiplin Asosiasi Sepak Bola Asia (AFC) yang antara lain menyatakan: "...ensure that no one is involved in the management of clubs or the Member Association itself who is under prosecution for action unworthy of such a position (especially doping, corruption, forgery, etc.) or who has been convicted of a criminal offence in the past five years." Dalam Bahasa Indonesia klausul itu berbunyi: "...memastikan tak ada seorang pun yang terlibat di jajaran manajemen klub atau asosiasi sepak bola anggota FIFA, yang sedang didakwa atas suatu tindakan tercela (khususnya doping, korupsi, penipuan, dan lainnya) atau pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana dalam lima tahun terakhir."

Hal itu masih ditambah dengan pasal 62 Anggaran Rumah Tangga (ART) Komite Olimpiade Indonesia (KOI), yang menyatakan bahwa AD/ART setiap anggota KOI harus memuat ketentuan yang menyatakan bahwa setiap pengurus induk organisasi harus memenuhi persyaratan: "...(2) tidak pernah tersangkut perkara pidana dan/atau dijatuhi hukuman penjara." Keempat pasal di atas, ditambah delapan pasal lainnya, itulah yang menjadi dasar saat Menpora melayangkan surat peringatan ke PSSI pada 21 Februari silam.

Bantahan PSSI

Hari kedua, giliran pengurus PSSI mengajukan berbagai dalil kepada anggota Komisi X. Nurdin menyatakan ancaman dan langkah intervensi pemerintah dalam hal ini Menpora bertentangan dengan Statuta FIFA pasal 13 tentang Kewajiban Anggota. Disebutkan, seluruh anggota FIFA wajib melaksanakan segala kegiatan organisasi secara independen dan bebas dari campur tangan pihak ketiga. "To manage their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any third parties."

Kewajiban menjaga independensi organisasi itu, masih kata Nurdin, juga ditekankan dalam Statuta FIFA pasal 17 ayat dua tentang independensi anggota FIFA. "Each Member shall manage its affairs independently and with no influence from third parties." Pelanggaran atas prinsip independensi itu, masih menurut Nurdin, bisa membuat PSSI diganjar hukuman pembekuan sementara dari keanggotaan FIFA. "Bila sudah demikian, alangkah malunya kita yang akan menyelenggarakan SEA Games 2011 bisa tidak boleh ikut jadi peserta. Bahkan, kita tidak boleh menyelenggarakan pertandingan internasional."

Tak hanya itu, Nurdin menuding Menpora berada di balik gelombang aksi protes di berbagai daerah di Tanah Air yang menuntut dirinya mundur. "Selama proses pencalonan sampai Komite Verifikasi tidak ada gejolak sama sekali. Tidak satu pun manusia yang turun ke jalan. Tapi, begitu ada konferensi pers dari Menpora, langsung pada turun jalan. Senayan diserbu," katanya.

Adapun mengenai kelayakan Nurdin menjadi Ketua Umum PSSI terkait statusnya sebagai mantan narapidana, Direktur Hukum dan Peraturan PSSI Max Boboy menyatakan bahwa Menteri Mallarangeng telah salah menginterpretasikannya. "Di Standar FIFA ketentuan itu memang ada, tapi di Statuta FIFA sudah tidak lagi dipakai. Artinya, standar itu disesuaikan dengan peraturan negara-negara masing-masing," kata Max. "Misalnya, seorang pegawai negeri atau anggota DPR baru dipecat setelah diputuskan menjalani hukuman pidana minimal selama lima tahun. Sedangkan yang dihukum sampai dua tahun penjara tidak."

Pandangan Pengamat

Pengamat sepak bola Anton Sanjaya menulis dalam sebuah kolom di Harian Kompas edisi 24 Februari 2011, pemutarbalikan makna itu terutama pada pasal 32 ayat empat tentang Syarat Anggota Komite Eksekutif yang berbunyi: "They shall have already been active in football, must not have been previously found guilty of criminal offence." Dalam bahasa Indonesia, ayat ini berbunyi: "Mereka telah aktif dalam sepak bola dan tidak pernah dinyatakan bersalah dalam tindak pidana." Dalam pedoman yang diratifikasi PSSI (pasal 35 ayat empat), dua syarat dasar ini kemudian direkayasa menjadi: "Telah aktif dalam kegiatan sepak bola sekurang-kurangnya lima tahun." Lebih menyedihkan, pasal ini masih ditambah lagi dengan: "...di lingkungan PSSI", yang kemudian menjadi senjata untuk menggugurkan Toisutta dan Arifin Panigoro.

Akan halnya makna "tidak pernah dinyatakan bersalah sebelumnya dalam tindak pidana", dipelintir menjadi: "tidak pernah dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal pada saat kongres." Pasal ini, menurut pandangan Anton, sangat boleh jadi dibuat sedemikian rupa untuk melindungi Nurdin Halid yang pernah menjadi narapidana untuk kasus korupsi.

Bagi orang awam, masih menurut Anton, sulit untuk bisa mengerti bagaimana mungkin FIFA sebagai organisasi tertinggi sepak bola dunia bisa meloloskan ratifikasi yang penuh rekayasa tersebut. Namun, melihat betapa berkuasanya (absolute power) federasi, konfederasi, dan FIFA dalam kaitan organisasi sepak bola dunia, "perselingkuhan" seperti ini sangat mungkin terjadi. Sudah menjadi rahasia umum, antara federasi (PSSI), konfederasi (AFC), dan FIFA terjalin semacam simbiosis mutualisme untuk saling melindungi kepentingan. Yang paling gamblang barangkali soal dukung-mendukung dalam pemilihan Komite Eksekutif. Pertukaran (trade off) dukungan dan suara dalam kaitan ini sangat mungkin dan lumrah di kalangan mereka.

Ditulis pula oleh Anton, kekuasaan mutlak organisasi sepak bola yang melindungi dirinya dengan statuta inilah yang kemudian menjadi bibit dari segala kekisruhan sepak bola yang belakangan ini terjadi di Indonesia. Anton pun menyitir pendapat Profesor Tjipta Lesmana--pakar komunikasi politik, bahwa FIFA seperti "yang maha kuasa" dalam mengendalikan sepak bola dunia. Mereka punya kekuasaan mutlak sampai-sampai negara atau pemerintah dilarang untuk melakukan intervensi, betapapun karut marutnya federasi sepak bola di negara tersebut.

Dalam kolom berikutnya yang dimuat di Kompas edisi 3 Maret 2011, Anton menulis, PSSI yang didirikan oleh para pendahulu sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa lebih dari 80 tahun lalu justru kini menjadi penyebab pecahnya persatuan bangsa. Penggiringan opini bahwa Statuta FIFA adalah hukum yang mengatasi segala-galanya sehingga menjadikan PSSI sebagai lembaga yang sangat superior membuat sebagian orang mengira bahwa kesalahan ada di tangan pemerintah jika Indonesia terkena sanksi FIFA. Padahal, faktanya, seperti dikatakan anggota Komisi X DPR, Utut Adianto, sepanjang masih ada bantuan pendanaan dari pemerintah, sangat naif jika PSSI menuntut independensi penuh.

Bayang-bayang Sanksi FIFA

Anton pun berpendapat, terkait dengan sanksi FIFA, jika pemerintah melakukan intervensi, itu pun bukan berarti sepak bola Indonesia mengalami kiamat. Pada situasi sekarang, masyarakat justru merasa salah satu alternatif terbaik bagi perbaikan iklim sepak bola nasional adalah intervensi pemerintah yang diikuti sanksi FIFA. Tentu ini kondisi pahit dan berat. Namun, sebagaimana penderita kanker, operasi pengangkatan sel kanker adalah salah satu opsi terbaik demi kesembuhan. Menjalani operasi dan kemoterapi pastilah menyakitkan. Akan tetapi, demi kehidupan sepak bola yang lebih baik, risiko itu harus diambil.

Lagi pula, menurut Anton, FIFA bukanlah badan yang tidak bisa dilobi untuk segala macam hal. Sanksi, seberat apa pun, tetap punya ruang yang sangat luas untuk dihapus asalkan Indonesia mampu menunjukkan niat dan hasil pembinaan secara meyakinkan. Dalam banyak kasus, FIFA pun tidak memberikan sanksi kepada negara yang melakukan intervensi, seperti Arab Saudi dan Cina.

Harus dipahami pula, imbuh Anton, kemelut yang kini melanda persepakbolaan nasional tidak melulu menyangkut satu atau dua orang, tetapi organisasi dan pembinaan sepak bola secara umum. Pemelintiran standar Statuta FIFA dan patgulipat segala macam aturan adalah puncak gunung es dari masalah sepak bola secara umum. Dalam dua periode terakhir, organisasi PSSI terlalu sibuk dengan urusan hukum dan statuta sehingga cenderung melakukan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan absolutnya. Makin terpuruknya prestasi Indonesia di ajang-ajang internasional adalah bukti yang tidak terbantahkan bahwa penguasa sepak bola nasional tidak menjalankan amanat pembinaan sepak bola yang dibebankan oleh masyarakat.

Ke depan, masih menurut Anton, siapa pun yang memimpin organisasi PSSI haruslah orang yang tidak saja punya kapabilitas dan profesionalisme, tetapi jauh lebih penting punya hati nurani yang memihak kejujuran dan sportivitas. Tidak seperti cabang olahraga lain, sepak bola punya dampak sosial yang sangat hebat dan mampu memengaruhi perilaku kehidupan bangsa secara umum. Oleh karena itulah, PSSI lebih membutuhkan figur yang bisa dijadikan contoh, suri teladan, dan panutan.

Pandangan diutarakan pula oleh pengamat sepak bola Ari Junaidi. Ia menyatakan, masyarakat tidak peduli dengan Statuta FIFA dalam kasus polemik Kongres PSSI. Yang menjadi perhatian khalayak adalah "asal bukan Nurdin" (ABN). Dalam diskusi bertema "Konflik PSSI: Antara Peran Negara dan Statuta FIFA" di Gedung DPR, Jakarta, Kamis pekan silam, Ari melihat rapat dengar pendapat antara Komisi X dan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid seolah menjadi panggung bagi politikus Partai Golkar tersebut.

"Makanya kita kembali saja ke persoalan mendasar, orang kok nggak mau diganti-ganti. Makanya tinggal bagaimana Menpora dan PSSI bisa duduk bersama lalu selesaikan ini sesuai aspirasi rakyat," kata Ari. Ari mengemukakan, masyarakat juga tidak mempersoalkan intervensi pemerintah, tapi siapa pemimpin PSSI. Surat FIFA agar Nurdin jangan menjadi Ketua Umum PSSI lagi justru menunjukkan ketidakinginan PSSI dijadikan sebagai pemilik kekuasaan tertentu. PSSI diharapkan kembali ke khitahnya, yaitu organisasi olahraga.

Sementara, Ketua Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI Syarif Bastaman menuturkan, titik di mana Nurdin turun adalah dari suara anggota hampir 100-an itu. Jika, mayoritas menginginkan Nurdin turun, ya silakan turun. "PSSI dalam menerapkan peraturan harus melihat fakta sosial, meski tetap sesuai rule," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar mengharapkan jangan ada kesan Statuta FIFA dihadapkan dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Olahraga. Sebab, tak akan pernah ketemu. Dalam UU No. 3/2005 jelas bahwa pembinaan dan pengawasan organisasi olahraga ada di bawah menteri. Tapi AD/ART PSSI yang tak bisa diintervensi menteri. "Makanya aturan kesepakbolaan bisa diintervensi salah, tapi kalau soal keamanan bisa karena ini menyangkut urusan negara," ujar Rully.

Terkait pernyataan PSSI yang selalu berkonsultasi dengan FIFA, Rully mengharapkan ada kesamaan pedoman. Hal itu bisa terjadi bila duduk bersama. "Soal melibatkan FIFA kita tidak masalah, asal pedomannya clear. Masalahnya, PSSI mau tidak duduk bersama? Kita kan ingin menyelesaikan soal masalah ini yang kalau mau jujur konyol sekali, nggak ada hubungan sama olahraga," kata Rully.

Sementara dalam rekomendasinya, Komisi X DPR meminta pemerintah dan KONI/KOI segera berdialog dengan PSSI. Anggota parlemen juga mendesak pemerintah untuk membahas persoalan ini dengan FIFA. "Bila ada kesempatan, kami siap berkomunikasi dengan FIFA tentang apa yang menjadi sikap pemerintah," kata Menpora Andi Mallarangeng saat rapat kerja dengan Komisi X DPR.

Andi Mallarangeng mengatakan telah meminta Duta Besar Indonesia di Swiss untuk segera menjalin komunikasi dengan FIFA guna mengklarifikasi segala permasalahan. "Intinya saya minta beliau (Dubes Swiss) untuk proaktif berkomunikasi. Jika memang FIFA mengatakan diperlukan penjelasan dari menteri atau dari Ketua KONI/KOI, maka kami siap menjelaskannya baik di Zurich ataupun di Jakarta," kata Andi. Menpora juga menyatakan dirinya membuka pintu bagi pengurus PSSI untuk berkomunikasi. Ia juga menepis spekulasi yang berkembang tentang kemungkinan pembekuan PSSI oleh pemerintah.

Akhirnya, terkait ricuh di tubuh PSSI, FIFA menyatakan sikap resminya, yakni PSSI harus segera menggelar kongres sebelum 30 April 2011 untuk memilih ketua umum PSSI. Hal itu sesuai standar yang telah ditetapkan FIFA. Seperti dikutip dari situs resmi FIFA, keputusan ini dihasilkan dalam sidang Sidang Komite Eksekutif (Exco) di Markas FIFA di Zurich, Swiss, awal Maret silam.

Sekalipun FIFA tidak menyinggung tentang peluang Nurdin untuk ikut kembali dalam pemilihan ketua PSSI, berdasarkan standar FIFA, Nurdin yang berstatus mantan narapidana seharusnya tidak bisa masuk dalam kepengurusan PSSI. Selain itu, PSSI juga diminta untuk berkoordinasi dengan Liga Primer Indonesia (LPI) yang selama ini tidak diakui PSSI. Jika konflik PSSI dengan LPI berlanjut, FIFA bisa menjatuhkan sanksi.

Adapun terkait kisruh antara Menpora Andi Mallarangeng dan Nurdin, hingga saat itu FIFA belum mengeluarkan keputusan. Kendatipun pihak Nurdin menuding Menpora telah mengintervensi PSSI. Padahal, dalam Statuta FIFA disebutkan, FIFA bisa menjatuhkan sanksi pada anggotanya jika mendapat intervensi pihak ketiga.

Sejatinya, Kongres PSSI dijadwalkan pada 19 Maret mendatang. Namun, jadwal itu kemudian ditunda kembali menjadi 26 Maret atas permintaan Ketua AFC. Jadwal kongres kembali berubah setelah Komite Banding Pemilihan memutuskan menolak banding dari dua bakal calon George Toisutta dan Arifin Panigoro, serta menolak keputusan Komite Pemilihan. Dan, setelah mendapat keputusan dari Komite Banding, PSSI menggelar rapat Exco dan menyerahkan masalah ini ke FIFA.

Kendati demikian, masalah persepakbolaan nasional semakin pelik. Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) dan PSSI sempat saling klaim dukungan untuk menyelenggarakan kongres. FIFA memang mengeluarkan keputusan agar PSSI menggelar kongres paling lambat pada 30 April 2011. Ketua umum yang dipilih juga harus sesuai dengan standar yang ditetapkan FIFA.

Dari situ kemudian muncul dua kubu yang saling klaim dukungan. KPPN yang dimotori Saleh Mukadar mengklaim mengantongi 87 dari 100 suara. Ini berarti mayoritas pemegang suara di PSSI. Dengan begitu, mereka menggelar Kongres Luar Biasa di Solo, Jawa Tengah, April mendatang. Di lain kubu, Forum Pemilik Suara PSSI (FPSP) juga mengklaim mewakili pemilik suara yang sah. Mereka menyatakan hanya PSSI yang bisa melaksanakan kongres.

Segendang sepenarian dengan FPSP, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid menyatakan pihaknya tidak mengakui KPPN. Bagi Nurdin Halid, organisasi resmi sepak bola Indonesia yang berada di bawah naungan FIFA hanya PSSI. Sejauh ini pengurus PSSI yang sekarang belum menentukan jadwal pembentukan komite pemilihan dan kongres versi PSSI.

Terkait kisruh yang masih melanda PSSI, Selasa (8/3) pekan ini, pengurus PSSI Syarif Bastaman dan Dali Taher, didampingi Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo akan berkomunikasi dengan Presiden FIFA Sepp Blatter. Dalam pertemuan nanti, Djoko sempat menyatakan, pihaknya akan membahas soal surat FIFA kepada PSSI pada Juni 2007 silam. Dalam surat tersebut, FIFA melarang Nurdin untuk menjabat kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada 2007. Ketika itu, Nurdin diputus bersalah oleh pengadilan sehingga FIFA meminta PSSI melakukan pemilihan ulang ketua umum.

"Tentu saja kami tanya tidak ada follow up atas surat bulan Juni 2007 yang meminta Kongres PSSI diulang," kata Djoko. Lebih lanjut, Djoko berharap, FIFA dapat konsisten dengan segala keputusan dan tegas dalam instruksinya selama menyikapi masalah PSSI.

Keputusan FIFA

Dan, kabar yang ditunggu-tunggu banyak penggemar sepak bola di Tanah Air, akhirnya datang juga. FIFA melarang Nurdin Halid kembali maju pada Kongres PSSI dengan agenda pemilihan ketua dan wakil ketua umum serta anggota Komite Eksekutif (Exco) periode 2011-2015. Sebab, hal itu dinilai tidak sesuai dengan Statuta FIFA.

Duta Besar Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo saat dihubungi dari Jakarta, Selasa pekan ini, mengatakan keputusan itu diperoleh saat dirinya menemui Presiden FIFA Joseph "Sepp" Blatter di Zurich, Swiss. "Sepp Blatter menegaskan jika FIFA tetap memegang prinsip-prinsip statuta dan Kode Etik FIFA bahwa seorang narapidana tidak boleh memimpin organisasi sepak bola," katanya melalui pesan singkat atau SMS.

Menurut dia, dalam pembicaraannya dengan Blatter kurang lebih sekitar 50 menit itu, pihaknya juga menjelaskan kondisi asosiasi sepak bola Indonesia saat ini terutama menjelang kongres. Blatter, imbuh Djoko, ternyata juga telah mengetahui kondisi PSSI saat ini. Dengan demikian, petinggi FIFA itu menyatakan dengan tegas bahwa Nurdin Halid tidak diperbolehkan maju lagi dalam kongres pemilihan ketua umum PSSI.

"Apabila dicalonkan lagi maka FIFA tidak akan mengesahkan hasil pemilihan itu. Yang jelas FIFA menginginkan sepak bola Indonesia harus lebih baik lagi," kata mantan anggota Komisi I DPR RI itu. Dia menjelaskan sebagai tindak lanjut dari penegasan tersebut, FIFA akan mengirimkan tim pengawas yang akan memantau pelaksanaan Kongres PSSI sesuai ketetapan yang ada. Kongres PSSI sesuai dengan surat dari FIFA akan dilakukan pada 26 Maret nanti dengan agenda utama pemilihan Komite Pemilihan. Sedangkan kongres pemilihan ketua, wakil ketua dan anggota Exco harus dilakukan sebelumnya 30 April mendatang.

Terkait dengan Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN), masih menurut Djoko, Blatter mengatakan bahwa FIFA tidak akan ikut campur. Sebab, kasus itu adalah masalah internal PSSI.

Kabar dari Swiss itu tentunya dinantikan banyak suporter sepak bola di Indonesia. Seperti sempat disuarakan banyak kalangan saat demonstrasi di areal Kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, mereka menginginkan persepakbolaan di Indonesia, sarat prestasi di kancah internasional. Tentunya pula disertai dengan kepengurusan yang kondusif bagi perkembangan sepak bola nasional.(ANS/dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews