"MOHON MAAF ATAS KETERBATASAN. KARENA WEB-BLOG MASIH DALAM PENGEMBANGAN" Terima Kasih...

Rabu, 23 Februari 2011

“PELANGI DITENGAH HUJAN”

Pagi itu seperti biasa, Alin bersiap-siap pergi ke kampus diatar sopir Ayahnya. Alin adalah anak perempuan satu-satunya yang juga anak pertama dari dua bersaudara. Alin, kuliah disalah satu Universitas Negeri di Makassar tingkat Akhir. Sedangkan adiknya sedang kuliah di salah satu Universitas Negeri terkenal di kota Bandung. “Hai cantik, gimana kabarnya hari ini…?” Sapa Alin pada sahabatnya Tina yang sudah menunggunya di depan ruangan kuliah mereka. “Alhamdulillah baik…bukuku yang kemarin ada kamu bawa kan?”. Tanya Tina. “Ada..ini buku kamu…”. Jawab Alin sambil memberikan sebuah buku ke sahabatnya.

“Na…semenjak dari SMA sampai sekarang Aku bersahabat sama kamu tapi ada suatu hal yang belum pernah aku ceritakan sama kamu..”. Ucap Alin sambil menikmati semangkok baksao bersama Tina di kantin kampus. “Masa? Apa tuh???”. Tanya Tina dengan sedikit canda. “Aduh Tina…Aku serius nie…”. Ucap Alin. “Iya…iya Aku siap dengar. Sekarang kamu cerita dan Aku akan jadi pendengar setia buat kamu”. Ucap Tina. “Begini Na, pada saat aku masih duduk di bangku SD dulu tepatnya, Aku pernah mengenal seorang laki-laki seumuran dengan Aku. Namanya Dimas, Masa-masa itu Aku lewati bersama dengan Dimas. Waktu Aku kelas enam, Dimas nembak Aku dan pada saat itu Aku terima Dia sebagai pacar Aku, ya walaupun di bilang Aku dan Dimas masih anak-anak tapi dia itu cinta pertama Aku. Dia sangat baik sama Aku pada saat itu. Namun saat Aku dan Dimas lulus dari sekolah itu, Ayahku pindah ke sini dan Aku pun melanjutkan sekolahku disini sampai sekarang. Semenjak Aku tinggalkan Bandung Aku tidak pernah lagi tau kabarnya Dimas. Ingin sekali Aku bertemu dengannya lagi. Jujur, sampai saat ini Aku masih sayang sama Dia…”. Ucap Alin dengan panjang lebar. “Terus, Akmal kamu kemanakan?”. Tanya Tina. “Itu membuat Aku tidak tau harus gimana..”. Ucap Alin dengan mimik wajah yang kelihatan bingung. “Gini Alin, Aku tau kamu sangat sayang sama Dimas, tapi Diakan masa lalu kamu. sedangkan Akmal itu sudah jalan sama kamu semenjak di SMA sampai sekarang. Jadi saran Aku, mending kamu lupakan Dimas karena mungkin dia juga sudah punya pacar yang baru…”. Ucap Tina. Alin hanya bisa diam mendengar kata-kata sahabatnya itu. “Ayo kembali ke ruangan aja, kita kan sudah hampir satu jam disini”. Ucap Tina lagi sambil melihat jam tangannya yang sudah menujukan pukul 12 siang. Alin dan Tina pun meninggalkan kantin menuju ruangan kuliah mereka.

Keesokan harinya dikampus Alin….

Hujan pada hari itu terlihat sangat deras. Alin masih berdiri di teras kampus, ditemani beberapa mahasiswa lainnya. “Hai sayang, belum pulang…???” terdengar suara dari arah belakangnya. “Iya Na…Aku masi nunggu sampai hujannya reda…”. Jawab Alin setelah ia tau suara siapa yang berasal dari belakangnya. “Memangnya kamu tidak di jemput…?”. Tanya Tina yang sudah berada di samping Alin. “Ada…Cuma sebentar lagi. Mungkin sekitar 15 menit lagi, soalnya sopir masih jemput Ayahku dulu setelah itu baru jemput Aku…”. Ucap Alin. Hanya berselang beberapa saat kemudian, tatapan Alin terfokus pada sesosok laki-laki yang tak begitu jauh di depannya. Seluruh tubuh laki-laki itu basah terkena hujan, namun seakan-akan ia tidak memperdulikan hujan yang turun dengan derasnya. Tatapan Alin pun terus tertujuh pada sosok laki-laki yang terlihat misterius itu. “Lagi ngelamun ya…???”. Ucap Tina sambil menepuk bahu sahabatnya. “Tidak. Aku cuma memperhatikan laki-laki yang lagi berdiri di tengah hujan deras seperti ini…”. Ucap Alin. “Oh…yang sana aneh ya..??? Mungkin dia stress kali karena di putusin sama pacarnya..”. Ucap Tina sambil melihat kearah yang sama dengan raut wajah yang menyembunyikan sesuatu. “Na….waktu Aku sama Dimas dulu, kami sering melakukan hal seperti itu. Sampai-sampai Aku dan Dimas sering jatuh sakit. Dimas pernah bilang kalo kita melihat pelangi di tengah hujan maka apa pun yang kita minta pasti akan terkabul”. Ucap Alin. tiba-tiba terdengar suara yang memanggil-manggil namanya. Alin pun tersadar dari lamunannya. dilihatnya sosok laki-laki setenga baya yang sangat dikenalnya. “Iya…Yah…”. Ucap Alin setelah ia tau siapa yang memanggilnya. “Na….kamu belum pulang?”. Tanya Alin. “Aku masih nungguin seseorang…”. Jawab Tina. “Kalo gitu, Aku duluan ya…”. Ucap Alin. Alinpun melangkah kearah mobil Ayahnya dengan menerobos hujan yang masih juga belum ada tanda-tanda untuk berhenti. Dalam perjalan pulang, Alin masih teringat dengan lamunannya tadi. Karena itu masa-masa terakhirnya bersama Dimas dulu, sebelum dimas berangkat ke Surabaya karena Ibunya meninggal. Tiga hari setelah dimas berangkat ke Surabaya, Alin pun berangkat ke Makassar untuk lanjutkan studinya.

Keesokan harinya…..!!!

Seperti bisa, Alin melakukan rutinitasnya sebagai seorang Mahasiswi di salah satu kampus terkenal di kota Makassar. Kesibukan Alin dari hari ke hari terus bertambah, sebagai Mahasiswa yang duduk di tingkat akhir. Seakan-akan Alin tak sabar merasakan momen-momen terindah yang juga impian semua Mahasiswa, dimana tubuhnya terbalut baju wisudawati dengan kepala yang tertutup toga yang merupakan simbol kembanggaan bagi sebagian orang. Alin yang lagi tenga asik cerita dengan teman-temanya di kantin kampus, tiba-tiba terdengar suara HP Alin berbunyi. Diambilnya HP itu yang tersipan didalam tasnya. “Ya…say, ada apa..?”. Tanya Alin pada seseorang yang ada di balik telpon itu. “Kamu dimana sekarang…?”. Tanya Akmal yang berada di balik telpon itu. “Aku sekarang lagi di kampus…emangnya kenapa?”. Tanya Alin balik. “Aku kangen banget sama kamu…sebentar malam kan malam minggu, kita jalan ya…?”. Tanya Akmal lagi. “Bisa…”. Ucap Alin. “Ok. Sebentar malam Aku jemput kamu. Bay…sayang”. Ucap Akmal. Pembicaraan Alin dan Akmal, pacarnya lewat telpon pun berakhir.

Alin sudah bersiap-siap untuk berangkat. Dilihatnya jam yang melingkar ditangan kirinya sudah menujukan pukul 19.30. Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara mobil yang disusul dengan clakson sebanyak dua kali. Alin pun keluar menghampiri sebuah mobil Fortuner hitam yang tak asing baginya. Hanya beberapa saat kemudian, mobil itu sudah meninggalkani rumah Alin. “Sayang…kita ke Losari dulu ya..???”. Tanya Akmal yang sedang menemudikan mobilnya. “Boleh…Aku juga sudah lama tidak ke Losari.”. Jawab Alin yang berada di samping Akmal. Fortuner hitam itu melaju dengan kecepatan rata-rata menuju pantai Losari. Setelah sampainya mereka di Losari, salah satu tempat kumpulnya muda-mudi sampai yang mau menghampiri usia lanjut. Alin dan Akmal berjalan menuju sebuah tempat duduk terletak tak jauh dari mereka. dimana orang sering menjadikan tempat santai dikala dia sedang berada di Losari sambil menikmati pemandangan di sekitar pantai atau menikmati jajanan yang berada di sepanjang jalan pantai losari. “Mas…Pisang epenya dua ya…”. Ucap Akmal yang ingin menikmati salah satu jajanan khas kota angin mamiri itu. Betapa kagetnya Alin setelah melihat wajah penjual pisang epe yang berdiri didepannya sambil memberikan dua porsi pisang epe yang sudah siap untuk dinikmati. “Bukanya dia laki-laki yang beberapa hari lalu sedang berdiri ditengah derasnya hujan didalam lingkungan kampus?”. Ucap Alin dalam hatinya. “Sayang…kok ngelamun sich…dimakan donk pisang epenya”. Ucap Akmal. “I..iya..sayang, Aku makan kok..”. Ucap Alin seketika. Alin dan Akmal pun menikmati pisang epe yang ditangan mereka, namun wajah Alin terlihat sangat penasaran dengan identitas laki-laki itu yang sudah membuatnya mengingat kembali masa-masa kecilnya bersama Dimas. “Sayang…kita pulang yuk, inikan sudah larut…”. Ucap Alin ketika melihat jam yang ada ditangannya sudah menunjukan pukul 12 malam. Berselang beberapa saat kemudian, fortuner hitam itu sudah berada di depan rumah Alin. “Ok sayang…Aku pergi dulu ya…”. Ucap Akmal. “Iya sayang. Hati-hati ya..?!!”. Ucap Alin yang sudah berdiri didepan pintu pagar rumahnya. Setelah fortuner hitam itu sudah menghilang dari hadapanya, Alin melangkah masuk kedalam rumahnya.

Pada hari minggu sore, tepatnya pada jam 14.30. Alin pergi ke pantai losari sendirian. Sesampainya di pantai losari, Alin melangkah mendekati bibir pantai. “Dimas…kamu dimana?”. Ucap Alin dalam hatinya. Rasa kagen akan Dimas yang pernah mengisi kenangan diwaktu kecilnya semakin tak mampu di bendungnya. Keinginan Alin untuk bertemu dengan Dimas semakin membesar, membuat ia terasa sesak disaat ia merindukan Dimas, sosok seorang laki-laki yang sangat di harapkannya. Berselang beberapa saat kemudian langit terlihat sangat gelap ditutupi awan hitam. “Kayaknya hujan mau turun nie..”. Ucap Alin dalam hati sambil mengangkat kepalanya melihat awan hitam di atas kepalanya. Tak lama kemudian hujan pun turun dengan sangat deras. Orang-orang yang berada di sekitaran pantai losari lansung lari mencari tempat berlindung namun berbeda dengan Alin. Dia masih saja berdiri di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun. Seluruh tubuh Alin basah di terpa hujan namun Alin tidak sama sekali menghiraukan itu, dia masih diam sambil memandang pulau-pulau kecil yang ada didepannya. Setelah 15 menit berlalu hujan masih saja turun dengan sangat deras, tanpa ada seoarng pun yang tau kapan berakhirnya tiba-tiba pandangan Alin terpana pada sebuah pelangi yang tiba-tiba munjul di ujung pandangan matanya. Walaupun jarak pelangi itu sangat jauh darinya dan hujan masih mengguyur dengan derasnya namun pelangi terasa dekat, Alin pun teringat pada cerita Agus di masa kecilnya.

“Pelangi….Aku tau sebanarnya kau tidak nyata. Semua ini hanya hiasan mata yang semu. Tapi karena keistimewaan corak warnamu yang begitu indah kau hadir memberikan sensasi pada semua orang yang melihatmu, sehigga sulit bagiku atau bagi orang lain menerima kenyataan bahwa sesungguhnya engkau tidak ada. Begitu pun dengan Dimas…dia sahabat aku di saat aku kecil, dia selau menjadi tempat aku berbagi dan dia adalah cinta pertamaku. Sulit bagiku melupakanya, apalagi harus menerima kenyataan dia hanya mimpiku yang tak nyata bagiku. Tapi Aku mohon pelangi, pertemukan Aku, walau hanya sesaat, walau itu adalah pertemuan terakhirku dengannya. Aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal padanya yang belum sempat Aku ucapkan di waktu dulu. Pelangi….walaupun dia tak nyata bagiku tapi ijikan aku bisa melihanya seperti Aku yang sekarang sedang melihatmu dari kejauhan….”. Ucap Alin dengan suara yang terdengar sangat berat, air matanya pun turut membasahi pipinya. Tak lama kemudian kesedihan Alin terhenti di kagetkan dengan hujan yang berhenti secara tiba-tiba di sekitar dia berdiri. “Sayang…kok kamu hujan-hujanan sih..?!! Nanti sakit lagi..”. Terdengar suara yang sangat di kenalnya dari arah belakangnya. Alin memalingkan wajahnya kearah suara yang didengarnya, dilihanya Akmal sedang menutup kepalanya dengan sebuah baju Almamater kampus milik Akmal. “Ayo kita pulang…”. Ucap Akmal lagi. Beberapa saat kemudian Alin pun kembali kerumahnya mengunakan dengan tubuh yang basah kuyuk ditemani Akmal.“Kok kamu tau Aku lagi dipantai losari…?”. Tanya Alin yang duduk disebelah Akmal dalam perjalanan pulang ke rumahnya. “Tadi Aku ke rumah kamu, Cuma Ibu kamu bilang, kamu lagi pergi jalan-jalan ke Losari, makanya Aku lansung ke losari.

Keesokan harinya….

Di kantin kampus, Alin lagi asik bercanda dengan sahabat akrabnya Tina. Tiba-tiba dari dalam tas Tina terdengar suara HP berdering. Tina dengan terburu-buru mengambil Hpnya tanpa menutup kembali tasnya. Alin melihat hal itu, lansung saja mengambil tas Tina dan menutupnya, namun tanpa disadari Alin melihat sebuah liontin yang tak asing baginya. Ditatapnya wajah Tina yang tengah asik ngobrol dengan seseorang di balik tersebut. Alin pun mengambil tas tersebut tanpa sepengetahuan Tina. Dengan rasa penasarannya dibukanya liontin itu yang berbentuk hati. Alin pun kaget setelah mengetahui foto siapa yang ada di dalam liontin itu. “Sory ya Lin, agak lama tadi nelponnya”. Ucap Tina sambil mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang di balik Hpnya. “Na…kamu dapat dari mana liontin ini…???”. Tanya Alin sambil terus memandang foto yang tersimpan didalam liontin. “Tina…Ini kan Foto Dimas dan Aku waktu kecil…”. Ucap Alin lagi. Tina pun kaget melihat liontin itu sudah berada di dalam genggaman Alin. “A…A..lin…saya bisa jelaskan kok”. Ucap Tina dengan keadaan gugup. “Jadi Gini, sebenarnya Aku kenal sama Dimas. Awalnya Aku sich nggak tau kalo gadis yang bernama Alin itu adalah kamu, sahabatku sendiri. Samapai akhirnya Aku menemukan liontin yang sama didalam tas kamu. Dimas sudah banyak cerita tentang kamu, tentang masa-masa kalian di waktu dulu”. Ucap Tina. “Terus hubungan kamu sama Dimas apa..?? kamu tega bangat ya…”. Tanya Alin, Air matanya pun keluar tetes demi tetes membasahi pipinya. “Dimas itu sepupuku. Dia sekarang ada di kota ini. Sory ya Lin, semua ini Aku lakukan atas permintaan Dimas sendiri”. Jawab Tina. “Kalo gitu sekarang kamu antarkan Aku ketemu sama Dimas…”. Ucap Alin sambil membersikan pipinya dari Air matanya.

BERSAMBUNG……

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews